Jumat, 21 April 2017

TUGAS DATA CITRA

TUGAS DATA CITRA HERLEY ENIMEMY  (2014 64 001)

BAB IV
STATISTIK DAN ALJABAR CITRA UNTUK VISUALISASI DAN ANALISIS DATA PENGINDERAAN JAUH
         Bab ini memberikan pengantartentang beberapa aspek statistic yang digunakan dalam analisis dan visualisasi citra digital. Sebagai pengatar, tentu saja tidak semua hal yang bersifat teoritis mengenai statistic dipaparkan dalam pembahasan kali ini. Apabila pembaca membutuhkan informasi yang lebih mendalam mengenai hal ini, khususnya untuk hal – hal terkait dengan analisis statistic untuk bidang-bidang kajian ilmu keruangan, buku-buku tulisan Watfoed (1996) dan Shaw dan wheeler (1993) cukup membantu bagi para pemula pemahaman yang lebih mendalam mengenaisatatistik untuk data spasial dan gio statistic dapat dibaca pada tulisan Isaacs dan Srivasttava (1989), Stein et al. (1999) serta Schabenberger dan Gotway (2005).
Selain pengantar mengenai beberapa aspek statistic dari citra, bab ini juga membahas metode visualisasi citra dimana data digital yang tersimpan dalam media penyimpanan seperti hardisc dibaca oleh program dengan memperhatikan parameter-parameter statistiknya, kemudian ditampilkan pada layar monitor. Analisis citra tahap awal juga memerklukan pemahaman serba sedikit mengenai parameter-parameter statistic yang ada.
4.1 STATISTIK CITRA
Citra, seperti yang sudah di jelaskan pada bab-bab sebelumnya, merupakan sekumpulan pixel dengan nilai tertentu yang mewakili besarnya pantulan atau pancara spectral objek yang terekam oleh sensor. Dengan demikian, suatu berkas citra tidaklah tersusun atas kumpulan pixel yang benar-benar homogen, melaikan yerdiri dari suatu populasi pixel yang memiliki kenyataan di lapangan- yaitu beragamjenis penutup lahan dengan beragam karakteristik yang terwakili oleh nilainya. Setiap saluran spectral mempunyai kepekaan tertentu terhadap respons objek-objek ini sehingga distribusi respons spectral ( yang diwakili oleh nilai-nilai pixel ) objek-objek tersebut pada suatu lingkungan data citra akan berfariasi dari saluran ke saluran yang lain, dan dari suatu wilayah ke wilayah yang berbeda. Adanya perbedaan ini menyebabkan pengguna parameter-parameter satatistik tertentu menjadi penting dan relevan untuk dibahas karna hal itu dapat digunakan untuk memahami karakteristik populasi pixel yang mewakili objek hasil perekaman sensor.
Seorang analisis citra biasanya melakukan obserfasi dan evalwasi awal suatu data digital pengindraan jauh melalui bebrapa aktifitas berikut ( Jansen, 2005 ):
1. mengamati frekuensi pemunculan nilai—nilai kecerahan ( brightness values, BV ) secara individual suatu citra dalam bentuk histogram
2. mengamati nilai BV pixel secara individual pada layar monitor computer pada suatu lokasi tertentu atau di dalam  suatu daerah geografis.
3. melakukan komputasi mendasar dalam hal satistik deskriptif univariat pixel-pixelnya untuk menetukan apakah ada anomaly atau penyimpangan yang tidak lazim dalam data citra tersebut
4. melakukan komputasi statistic multi variat untuk menentukan besar-besarnya kolerasi antar saluran ( misalnya untuk melihata adanya redudansi data )
4.1.1 NOTASI MATEMATIS UNTUK STATISTIK PENGOLAHAN CITRA


4.1.2 TENDENSI SENTRAL: RERATA, KEMENCANGAN, SIMPANGAN BAKU
Sama halnya dengan statistic populasi yang lain, tendensi sentral suatu citra menggambarkan pola distribusi nilai kecerahan pixel (BV) dalam citra tersebut. rumus rumus berikut ini membrikan gambaran bagaimana suatucitra yang merupakan kumpulan pixel dengan bebagai nilai mempunyai pola statistic tertentu. Tendensi sentral suatu cita menunjukan kecenderungan distribusi nilai-nilai yang ada dalalm suatu citra yang bisa ditunjukan dalam bentuk histrogam.

Nilai rerata citra suatu saluran yang rendah akan ditunjukan oleh tampilan citra (asli) yang relative gelap. Kalaupun terdapat kenampakan kontra sdi dalamnya, secara keseluruhan akan diperoleh kesan bahwa citra tersebut berona relative gelap. Sebaliknya, nilai rerata citra suatu saluran yang lebih tinggi diawali oleh kenampakan citra yang relatif cerah, baik terlihat kontaras mapun tidak. Selain nilai rerata µk, ada ukuran tendensi sentral yang lain, yaitu median, modus, simpangan baku, kemencangan. Rumus-rumus untuk masing-masing parameter adalah sebagai berikut,

4.1.3 VARIANSI, KOVARIANSI, DAN KROLASI
Variansi atau ragam ( var k)merupakan salah satu tolak  ukur keberagaman nilai suatu himpunan data. Dalam hal ini, citra merupakan suatu himpunan data nilai pixel sehingga nilai variansi suatu saluran citra merupkan gambaran tentanng kebergaman nilai pixel yang ada pada nilai citra tersebut. ada kaitan yang erat antara variansi dan simpangan baku sk. Kalau simpangan baku menyatakan besarnya simpangan rerata suatu data makavariansi menyatakan bentangan datanya. Semakin beragam nilai pixelnya semakin besar bentanganya. Variansi merupakan nilai kuadrat dari simpangan baku sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut.

Sebenarnya, baik simpangan bakumaupun variansi merupakan parameter sebaran data ( data spread). Keuntungan penggunaan simpangan baku ialah bahwa parameter ini dinyatakan dalam suatu pengukuran yang sama dengan data pengamatan asli: sementara variansi dinyatakan dalam suatu kuadratnya ( Stein, 1999).
Pengukuran nilai-nilai spektra pixel tidak dapat independent maka suatu ukuran untuk interaksi antar saluran iti diperlukan, yaitu dalam bentu kovariansi

Diamana covk  adalah nilai kovariansi antara dua saluran k dan l, sedangkan sk dan si berturut turtut adalah nilai simpangan baku pixel-pixel di saluran k dan l. nilai kovariansi untuk dua saluran identic adalah dengan nilai variansi saluran tersebut atau kuadarat daei simoangan bakunya. Untuk citra lansat ETM+ wilayah maros, Sulawesi selatan, 6 saluran spectral dar biru hingga inframerah jauh dapat dibuat tabel variansi dan konvariasi serta rerata dan simpangan bakunya ( tabel 4.1 ). Tabel matriks variansi – kovariansi secara sederhan memberikan gambaran bahwa sepasang saluran yang masing-masing mempunya nilai variansi tinggi akan cenderung mempunya nilai kovariansi tinggi  pula. Sebaliknya, se[asang saluran yang masing-masing mempunya nilai  varinsi rendah akan nilai menunjuakn nilai kovarinasi antarsaluran yang rendah pula.

Citra saluran biru hingga inframerah jauh yang sama dapat di komputasi nilai koofisien kolerasinya seperti tersaji pada tabel 4.2. Pada tabel tersebut terlihat bahwa untuk saluran yang sama ( misalnya antara saluran 2 dengan 2 ). Nilai koofisien korelasinya pasti 1.00 atau berkolerasi + sempurna. Sementara itu, sama halnya dengan matrix variasi-kovariansi, nilai koofisien kolerasi antarasaluran 2 dengan saluran 1


Berdasarkan tabel 4.2 tersebut, terlihat ada saluran-saluran yang berkolerasi tinggi ( misalnya saluran 1/buru dengan saluran 2/ hijau; dan saluran 4/ inframerah dekat dengan saluran 5/ inframerah tenggah ). Namun, ada pula yang berkolrasi rendah ( misalnya saluran 3/  merah dengan 5/ inframerah tenggah; dan saluran 3/ merah dengan saluran 7/ inframerah jauh). Gambar 4.4 melengkapi penjelasan ini
4.2 ALJABAR CITRA
Banyak operasi pengolahan citra bertumpuk pada operasi titk ( point operation), disamping perhitungan statistikcitradan operasi ketetanggaan ( neighbourhood operation ). Disamping itu pengolahan citra digital juga biasanya memperlakukan beberapa saluran spectral secara serentak dalam satu tugas pengolhan. Operasi biasanya yang diterapkan pada suatu himpunan  peta ini biasanya berupa ( + - x  : ). Lajabarpeta dioperasikan pada petadengan mmodel data raster dank arena citradalamhal ini juga bisa dipangadan dalam suatu varian peta ruster maka kebanyakan operasi aljabar peta bisa diterapkan pada citradigital, dimana peta-peta dengan tema berbeda digantikan oleh citra denga saluran-saluran spectral yang berbeda.
4.2.1 PRINSIP DASAR ALJABAR CITRA
Liu dan Mason ( 2009 ) secara cpesifik memandang aljabarpeta yang diterapkan pada citra merupakan klompok operasi titik multi peta ( multiimage point operations ). Secara umum terlihat pada fungsi berikut :
            y=f(x1,x2,x3………….xn ),
diamana ;
n ; jumblah saluran
perlu ditkankan disini bahwa operasi aljabar citra atau peta sepenuhnya bersifat lokal, berbasis pixel to pixel. Untuk itu dapat diturunkan suatu descriptor.
Ada 4 macam oeprasi arimetik dasar yang biasa digunakan pada citra yaitu ( + - x : ). Operasi-oparasi dasar ini nantinya akan terkombinasi dengan operasi matematis lain, misalnya fungsi trigonometric. Operasi  ini juga bisa dipadukan dengan operasi logis :  IF-THENatau IF-THEN-ELSE
4.2.2 JENIS-JENIS OPERASI ALJABAR CITRA
1. PENJUMLAHAN CITRA
Penjumlahan citra mengahsilkan citra baruhasil penjumlahan dengan nilai baru yang diberi bobot. Secara umum hala itu dapat dirumuskan secara berikut.


Penjumlahan citra bisa diterapkan pada sekumpulan pada citra multispectral mengingat bahwa setiap pixel pada suatu citra dapat terkontaminasi oleh( noise). Sementara pixel yang memuat derau tidak muncul pada sembarangan posisi  yang sama pada saluran-saluran yang berbeda pixel pada suatu saluran yang mempunyai signal to noise ratio (s/n ratio, yaitu nisbasinyal terhadapderau) rendah karena adanya ganguan karena memperoleh keuntungan. Pada banyak kasus penjumlahan citra dilakukan tanpa mempertimbangkan bobot, apalagi faktor skala penjumlahan dengan faktor pembobot seperti tersaji pada rumus tersebut merupakan metode penjumlahan citra pada aras penjumlahan citra.
2.PENGURANGAN CITRA
Liu dan mason (2009) menegaskan bahwa dalam pengurangan citra, besarnya bobt citra masukan sangatlah penting untuk itu diperlukan suatu prapemrosesan yang antarv lain menggunakan teknik histogram matching apabila beda kontra antara kedua citra tidak terlalu besar maka nilai wi dan wj sama dengan 1 bisa digunakan
Liu dan mason masi menambahkan bahwa penggunaan teknik pengurangan citra kadangkalah mengurangi informasi citra.lepas dari itu kekurangan tersebut, bebrapa metode pengurangan citra diketahui cukup bermanfaat dalam menonjolkan aspek tertentu aspek vegetasi maupun tanah.
3. Perkalian Citra
Y =Xi . Xj…………………………………………………..(4.10)
Dimana : Y = citra baru hasil pekalian  Xi dan  Xj =  citra saluran I dan j. dalam perkalian ini setiap niliai piksel pada suatu posisi baris dan kolom yang sama dalam citra j. erkalian terjadi dengan cara demikian adalah suatu array 2 dimensi, tetapi citra bukanlah matriks sebagai operasi perkalianya tidak sama operasi perkalian pada matriks.
Gambar 4.6 Perkalian citra tanpa perskalaan kembali hasil perkalian (citra Y, atas) dan dengan penskalaan melalui operasi akar kuadrat (citra Y, bawah).
Syarat lain yang harus dipenuhi dalam perkalian citra adalah bahwa kedua citra i dan j yang terlibat memiliki referensi spasial yang sama, yaitu bahwa kedua citra i dan j harus punya georeferece yang sama yaitu mengaju ke proyeksi dan sistem kordinat yang sama. Hal ini juga berlaku untuk semua metode aljabar citra. Hasil perkalian citra baru dengan nilai yang jauh lebih besar dari nilai maksimum pada citra (asli). Kondisi dengan nilai yang jauh lebih besar ini bisa berdampak pada tidak jelasnya gambar yang tersaji pada citra, kecuali melalui mekanisme penerangan kontras yang proposional.
4. Pembagian Citra
Pembagian citra secara sederhana dapat dirumuskan sebagai berikut :
 ………………………………………………………………………………(4.12)
Rumus-rumus terdahulu terkait dengan aljabar citra, Y menyatakan citra baru hasil komputasi, sementara Xi dan Xj berturut-turut mewakili citra salura i dan saluran j hal terpenting yang perlu diperhatikan disini adalah adanya kemungkinan bahwa penyebut (piksel pada citra Xj) bernilai 0. Pada citara keluaran Y akan dihasilkan. Untuk mengatasi masalah semacam ini, kadang nilai 0-255 citra Xj terlebih dahulu digeser menjadi 1-256, hal ini juga menjadikan masalah bagi sistem yang hanya bisa menyimpan pada julat 0-255. Cara lain melalui pengondisian logis untuk setiap perhitungan yang melibatkan penyebut bernilai 0 agar diberi hasil dengan nilai yang maksimum
5. Indeks
Dalam analisis citra digital multisepktral, akan banyak beruruan dengan indeks spektral. Pada citra yang melibatkan dua saluran spektral atau lebih dalam bentuk aljabar citra. Indeks-indeks ini dimanfaatkan uuntuk berbagai keperluan misalnya untuk penonjolan aspek kerapatan vegetasi, penonjolan aspek tanah dan buatan, dan juga penonjolan aspek kerapatan bangunan kekotaan.
Ration vegetation indeks (RVI) dengan rumus :
RVI = …………………………………………………………….(4.13)
Contoh lainadalah Normalised diference vegetation indeks (NDVI) yang sanga populer dalam berbagai kajian vegetasi dan lingkungan yang memerlukan paarameter kerapatan vegetasi.
NDVI =………………………………………………(4.14)
6. pengegunaan operator matematis lain
Pengolahan citra juga melibatkan operator matematis lain, seperti fungsi logaritma natural (ln) dan fungsi trigometeri (sin, cos, tan, arctan dan sebagaainya) sama halnya dengan formula terdahulu, penerapan suatu fungsi matematis terhadap citra Xi atau Xj cukup disajikan dengan menuliskan fungsi matematis didepanya, misalnya
Y= ln(Xi + ln Xj)…………………………………………………………………………(415)
Y= sin(Xi) – cos (Xj)……………………………………………………………………..(4.16)
7. Standardisasi saluran spektaral
Operasi dapat melibatkan beberapaa saluran spektral dan biasanya ditunjukan untuk menghasilkan saluran-saluran individual dalam himpunan data (data set). Multispektral yang relatif lebih bebas pengharu atau efek bayangan. Ssecara umum rumus untuk standardisasi saluran individual adalah sebagai berikut (eron dan ewin 2009)
Yi =……………………………………………………………………..(4.17)
Dimana yi adalah citra baru (saluran baru) saluran i yang distandarisasi Xi adalah citra saluran lama i yang menjadi masukan , dan k adalah juamlah saluaran dengan rentang adri 1,2,3, … hingga .
Contoh citra multispektral Ikonos dengan 4 saluran spektral ( biru/B, hijau/H, merah/M, dan inframerah dekat/IMD ), maka setiap nilai kecarahan disetiap saluran bisa distandarisasi dengan cara :
4.3 visualisasi citra
            Citra digital sebagai data biner sebenarnya tidak disimpan sebagai citra yang sesungguhnya. Citra digital, meskipundisimpan dalam berbagai format, tidaklah menggambarkan, ruang dalam arti yang sebenarnya. Dalam data digital hanyalah dalam angka kisaran 0 – 255, kalo data disimpan dalam 8 bit/ coding, 0 – 511 kalo disimpan dalam 9 bit/ coding, 0 – 1023 kalo disimpan dalam 10 bit/ coding, dan seterusnya. Represntasi nilai respons spektral yang tercatat dalam sensor, dapat mengatakan bahwa data digital tersimpan dalam domain spektral.
4.3.1 tampilan monokromatik
            Nilai kecerahan atau nilai digital ini kemudian direpresentasikan pada layar monitor dengan mengikuti konfensi bahwa nilai sangat rendah ( dalam hal ini 0 ) disajikan dengan rona sangat gelap atau hitam; sementara itu nilai sangat tinggi disajikan dengan rona sangat cerah atau putih. Hal ini selaras dengan presepsi mata manusia bahwa sesuatu yang gelap berkoerasi dengan tingkat pantulan yang sedikit ( rendah), sedangkan sesuatu yang cerah dengan tingkat pantulan yang banyak ( tinggi).
            Citra –citra saluran tunggal seringkali ditampilka dengan representasi tingkat keabuan ( Grey Scale). Tampilan semacam ini disebut dengan tampilan monokromatik dengan gradasi keabuan. Hal yang sama juga bisa diterapkan pada citra radar yang nilai pikselnya menunjukan tingkat hamburan balik yang dicatat dalam desibel (dB).
            Tampilan dengan derajat keabuan, citra saluran tunggal dapat disajikan secara monokromatik sesuai dengan spektrum panjang gelombangnya dan atau mengikuti bidang warna tertentu. Misalnya biru ( didalam julat 0,4 – 0,5 μm ), hijau ( 0,5 – 0,6 μm ), merah ( 0,6 – 0,7 μm ), inframerah dekat (0,7 – 1,1 μm). Hal ini sering menjadikan kalangan awang binggung, apa makna saluran biru, hijau, merah. Pertanyaan ini tentu saja adalah bahwa gradasi keabuan tersebut mewakili nilai kecerahan, dan nilai kecerahan itu menunjukan kekuatan pantukan di spekterum ternasuk. Pantulan di spektrum merah yang sangat rendah : begitu pula sebaliknya : rona putih mewakili nilai pantulan dispektrum merah yang sangat kuat.
4.3.2 CITRA COMPOSIT WARNA
1. Teori kubus warna
Warna-warna lain muncul sebagai kombinasi dari warna dasar-dasar tersebut pengertian ini didasari oleh teori  kubus warna. Dimana warna merah, hijau, biru diletakan berturut-turut pada setiap sumbuh warnah.
2. LUT UNTUK WARNA LAIN
Teknik Seudo Color digunakan untuk menonjolkan perbedaan nilai spectral yang tipis, tanpa melakukan perentangan kontras. Untuk monitor 8 bit, nilai terendah yaiutu 0, di beri warna hitam; wrna biru untuknilai 1, 2, 3,…., warnah hijau untuk nilai 128, 129, 130…, dan akhirnya untuk warna merah untuk nilai 250. Kombinasi warna yang berbeda, misalnya dari biru gelap, ungu,  magenta, merah, pink, sampai dengan putih. 
Disamping itu masih banyak teknik presentasi pixel dalam wrna yang semuanya lebih mengandalkan perbedaan warnah berulan untuk setiap selang nilai tertentu, misalnya setiap 8 tingkat kecerahan, 16 tingkat kecerahan.
3. LUT UNTUK CITRA KOMOPSIT WARNA
Dalam penyusunan citra komposit warna. Setiap saluran memasukan pada umumnya mempunyai tingkatan bit-coding minimal 8 atau setara dengan julat 0-255. Apabila suatu citra komposit tersusun atas tiga saluran yang masing-masing mempunya kedalaman infiormasi pixel 8 bit (28 tingkat kecerahan, atau 256 gradasi keabuhan) disamping itu, ada kalahnya layar monitor dengan grapic card diatur pada tingkat bit yang berbeda, bahkan sampai 8n bit saja.
Suatu proses kebalikan dari perentangn kontras paket pengolah citara alexsander yang menggunakan computer berarsitektur RISC 32 bit BBC Arcimedes diawal 1990 an adalah contoh yang memanfaatkan teknik kompresi bit seperti ini, kemudian satu dimanfaat kan menjadi 3 bit demikinanjuga saluran 2, saluran 3 dimanfaatkan menjadi 2bit. Dibutukan 3+3+2= 8 bit system penyajian pada layar. Alternative tampilan dapat di lakukkan dengan pembalikan urutan pemampaatan bit (2-3-3 atau 3-2-3, dan seterusnya).
Teknik lain, yang masih juga merupakan kompresi citra,adalah penyusunan fungsi matematis ke tiga saluran untuk menghasilkan citra baru yaitu citra komposit. Sebagai contoh, tiga saluran (1,2,3) yang masing-masing memiliki julat 0-255 akan dipadukan menjadi citra komosit warna.
Citra komposit =36x (saluran_1+6xsaluran_2+saluran_3 dimana saluran _1= inframerah dekat, saluran_2= merah, saluran _3 =hijau.
Hasil perhitungan memberikan nilai 36x 1+6x3+1x4=58 yang diberih warnah biru kehijauan agak cerah. Kemungkinan maksimum dari nilai ini adalah 215, yang diberi warna putih, unutuk nyatakan objek mempunyai nilai maksimum pada saluran _1 (= maksimum), maksimum_2(maksimum hijau), maksimum pada bsaluran _3(maksimum biru).
4.4 SISTIM PENGOLAHAN CITRA
Berkebangnya computer personal (pc) pada decade 90an dan kemudian leptop pada dekade pertama abad ke 21 telah membuat system pengolahan citrapengindraan jauh dapat dijangkau oleh saiapa saja disisi lain segalah kemudahan diikuti dengan cara operasi dan pemrosesan sehingga kalanga awam tanpa pengalaman yang memadahi data latar belakang penginderaan jauh dapat mengolah citra dengan memberikan hasil berupa peta-peta turunan, meskipun dari aspek kualitas masih banyak halyang perlu di pertanyakan.

Envi menawarkan fleksibelitas dalam pengolahan citra melalui IDL, dimana pengguna dapat memprogram modul yang diingikan IDL kekurangan utama Envin adalah menginterpretasi analisis citra spektra dengan data spasial lain, perangkat lunak dengan fungsi yang hampir serupa dengan envi adalah R-Mapper (earth Resource mapper) yang pada awalnya di kembangkan di Australia. Kemampuan untuk koreksi geometric dan penyusunan mosaic citra secara digital termaksut unggul fitur utama yang paling menonjol pada perangkat lunak ini ialah kecpatan pemrosesan dan tampilan yang disertai dengan penyimpangan berkas yang evisien.
Kemapuan pengolahan citra yang terbatas dimiliki oleh perangkat lunak SYG berbasi vector, seperti mapinfo dan arcview sertah arcGI.
Ada beberapa perangkat lunaka yang menyediakn fasilitas terintergretasiantar pengolahan cita dan SIG.
ERDAS (earth resource data analysis system, kemampuan konfersi datanya dari dan ke perangkat lunak lain sangat bagus. Imagine menawarkan fleksibilitas pengolahan citra dengan dokumentasi dan fasilita sbantuan yang sangat lengkap melalui ERDAS fileld guide. Dibandingkan dengan ENVIL dan ERmapper imagine memberikan informasi statistic yang sangat lengkap dalm proses klasifikasi yang banyak dipakai sebagai refrensi.
Hirologi dan erosi, misalnya. Meskipun demikian, fleksibelitas unutk analisis data diluar menu tidak sebaik perangkat lunak dan pengolah citra SIG bebasis raster lainnya.
Contoh berpa perangkat lunak yang bersifat komersial, gratis, maupun milik pemerintah, dengn kemampuan analisis data spasial. Tabel 4.5 merupakan modifikasi atas Jansen(2005)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar