BAB III
SISTEM PENGINDERAAN
JAUH PENGHASIL CITRA DIGITAL
Bidang penginderaan jauh menggunakan
citra sebagai data yang masih perlu dianalisis dan diinterpretasi untuk
menghasilkan informasi turunan.informasi turunan biasanya berupa peta dan tema
isi yang sesuai dengan kebutuhan kajian.analisis dan interpretasi citra digital
tak dapat melepaskan diri dari sistem yang menghasilkannya. Dalam konteks studi
penginderaan jauh,elektromagnetik,atmosfer,benda dipermukaan bumi,dan misi
sistemnya. Citra digital penginderaan jauh sering dikaitkan dengan sistem
perekaman oleh satelit,airborne scanner,dan juga pesawat ulang-alik (space
shuttle). Hingga saat ini,sistem satelit dikenal sebagai sistem
penginderaan jauh antariksa yang paling mapan dan mendapat perhatiaan besar
untuk dikembangkan menjadi sistem yang sepenuhnya operasional. Disamping
itu,dalam kurang waktu sekitar 30 tahun terakhir , sistem pencitraan
digitar melalui wahana pesawat udara ataupu ruang angkasa telah ditekankan pada
pembentuka citra multispetra dan bakan hipersterral. Oleh karena itu , titik
berat pembahasan adalah sistem satelit penginderaan jauh yang menghasilkan
citra satelit digital multispectral.
PENELITIAN DI LAPANGAN DAN
LABORATORIUM SEBAGAI BASIS PERANCANGAN SENSOR SATELIT
Bagaimana para pakar merancang
sensor untuk satelit sumberdaya? Jawaban atas pertanyaan ini berakar jauh
pada penelitian eksperimental di lapangan dan laboraturium , kususnya mengenai
pola respons spekral objek dalam berbagai interval panjang gelombang. Uraian
berikut ini menjelaskan tentang spektrum elektromagnetik dan sistem sensor
dalam penginderaan jauh.
SPEKTRUM ELEKTROMAGNETIK DALAM PENGINDERAAN JAUH
Sistem penginderaan jauh bekerja
dalam dua domain,yaitu domain spectral dan domain spasial. Pada perinsipnya
setiap benda dengan temperature diatas 0 kelvin memantulkan dan memancarkan
gelombang elektronmagnetik.apabila pada luasan tertentu terdapat beberapa jenis
benda maka mesing-masing benda akan memberikan pantulan dan pancaran elektromagnetik
yang dapat diterima oleh suatu sensor. Dengan demikian,kehadiran suatu benda
dapat dideteksi berdasarkan pantulan atau pancaran elektromagnetik yang
dilakukan oleh benda itu,asal karakteristik pantulan/pancaran
elektromagnetiknya telah diketahui.
Setiap
benda pada dasarnya mempunyai struktur partikekyang berbeda,baik mikro maupun
makro.perbedaan struktur ini memengaruhi pola respons elektromagnetiknya. Oleh
karena itu,pengenalan atas perbedaan respons elektromagnetik tersebut dapat
dijadikan menjadi bagi pembedaan objek.fisika menjelaskan bahwa gelombang
elektromagnetik terdiri atas sekumpulan’pita’ (band) atau saluran/kanal dengan
wilaya dan julat panjang gelombang yang berbeda-beda. Tiap wilaya
elektromagnetik dengan julat panjang gelombang tertentu inilah yang disebut
dalam spektrum (jamak = spektral). Contoh sederhana adalah terbiasakanya cahaya
putih yang dilewatkan pada sebuah prisma kaca sehingga terbentuk satu deret
spektral,mulai dari inframerah sampai dengan ultraungu. Setiap wilaya yang
disebut warna adalah suatu wilaya spektrum dengan julat panjang gelombang
tertentu.
Cara
benda bemberikan respons terhadap gelombang elektromagnetik yang mengenainya
berbeda-beda,dari suatu jenis ke jenis lain; dan dari suatu spektrum ke spektrum
yang lain karena tiap objek yang sama ternyata mempunyai respons yang relative
serupa pda tiap spektrum maka respons elektromagnetik objek sering dinyatakan
sebagai respons spectral. Pola ini dibuat berdasarkan berbagai penekitian
dilapangan dan di laboratorium dengan penempatkan sensor pada berbagai sudut
pandang yang dapat diperhitungkan efeknya terhadap faktor penginaran dan
pantulan.alat yang digunakan adalah sensor cahaya yang disebut spektrum meter
dan spektroradiometer.pada alat ini terdapat pengatur besarnya panjang
gelombang yang dapat masuk melalui sistem lensanya. Disamping itu,secara
otomatis,besarnya fliks cahaya yang masuk akan dicatat,dan dikonversi baik
dalam persen maupun angka digital respons spectral objek dinyatakan sebagai energi
yang mencapai sensor dengan satuan mWcm-2sr‾1µm‾1 (Swain
dan Dawis, 1978). Eksperimen dengan spektroradiometer lapangan (kadang kala
disebut juga dengan field goniometry,Jensen 2007) juga
menerapkan simulasi sudut penyinaran,sudut pantulan,dan posisi sensor (gambar
3.2 dan 3.3).hasil pengukuran yang telah dikalibrasi kemudian disajikan dalam
bentuk grafik kurva spektral.
Mata manusia adalah sensor alami
yang sangat bagus,yang beroperasi pada spektrum tampak mata. mata beoperasi
pada julat atau rentang pajang gelombang 0,39-0,72 µm. ‘kekurangan’ mata
manusia sebagai sensor bahwa sistem lensa mata tidak dapat melakukan seleksi
atas spektrum cahaya yang masuk sehingga semua energy pada julat spektrum yang
lebar ini masuk bersama.
Pem
PEMILIHAN SPEKTRUM
Berdasarkan
penelitian eksperimental dengan menggunakan spectrometer tersebut,suatu sistem
sensor yang beroperasi pada julat panjang gelombang yang lebih sempit dapat
dirancang. Jumlah dan lebar spektrumnya dapat diatur sedemikian rupa sehingga
citra yang dihasilkan dapat menyajikan perbedaan oyek yang diinginkan
tanah basah dan tanah kering,air keruh dan air jernih, vegetasi sehat dan
vegetasi tak sehat dan sebagiangnya.
Perbedaan
antara spektrometer dengan sensor yang dirancang terletak pada selang (interval)
spektrum yang digunakan dan juga cara operasinya. Spektrometer untuk penelitian
eksperimental biasanya dapat diatur untuk bekerja dengan interval panjang
gelombang yang sangat pendek/sempit,bahkan sampai kurang dari 0,01 µm. sensor
operasional pada mulanya justru sebaliknya,dirancang untuk beroperasional pada
julat yang tetap,misalnya pada 0,44-0,51 µm; 0,52-0,60 µm; 0,61-0,68 µm; dan
sensor dengan nspectra akan menghasilkan n citra objek yang
sama,namun dengan variasi spektral yang berbeda. Berbagai sensor hiperspektral
dapat dijumpai,yang mampu menghasilkan data pada lebar spektrum yang sangat
sempit dan dengan jumlah saluran spektral yang sangat banyak.
Pengukuran dapat dimanfaatkan untuk
3 hal yaitu
a. Memperoleh informasi lebih rinci mengenai perilaku spektral
suatu jenis objek,
b. Melakukan kalibrasi data penginderaan jauh,dan
c. Menghasilkan suatu data spektral yang bersifat unik,untuk
memperbaiki kemampuan ekstrasi informasi dengan menggunakan data multispektral
maupun hiperspektral.
Hasil pengukuran spektrometri lapangan
antara lain berupa kurva spektral beberapa objek,seperti tersaji di gambar 3.4.
untul dapat memberoleh informasi berupa kurva spektral pada gambar 3.4,
pengoperasian spektroradiometer lapangan memerlukan dua macam informasi,yaitu
(Jensen,2007) :
1. Besarnya radiansi yang dipantulkan pada suatu interval
panjang gelombang dari suatu sampel acuan Lr,
2. Besarnya radiansi yang dipantulkan oleh sasaran
(target) objek yang akan dianalisis, LT
Berdasarkan dua macam informasi maka
spektrum pantulan pr dapat dihitung dengan membagi nilai respons spektral
sasaran dengan nilai respons spektral sampel acuan :
pT = LT x
k ……………………………………………………………………….
Nilai k diperoleh dari rasio antara
irradiansi matahari terhadap eksitansi dari material acuan. McCoy (2005)
menyebutkan bahwa idealnya nilai k ini mendekati 1. Salah satu material acuan
banyak dipakai untuk Lr, menurut Jensen (2007) adalah spektralon adalah suatu
lembaran yang terbuat dari resin termoplastik berwarna putih atau abu-abu yang
mampu memberikan pantulan baur yang sangat baik (tingkat difusinya tinggi).
Proses mental (penhlihatan manusia )
akan dengan mudah dapat spektral yang terekam sebagai nilai kecerahan;
dan juga berdasarkan pola spasialnya. Namun cara ini kurang efisien,akurat,dan
melelahkan, khususnya untuk liputan wilaya yang luas.bantuan komputer untuk
melakukan identifikasi objek berdasarkan ciri-ciri spektral pada beberapa
saluran spektra sangatlah bermanfaat,inilah yang disebut dengan proses
klasifikasi otomatis.
radia RADIASI ELEKTROMAGNETIK (REM)
Radiasi
Elektromagnetik (REM) ditransmisikan melalui ruang berupa gelombang sinusoidal.
Parametem REM ialah kecepatan rambat gelombang c yang besarnya
2,98 x 106m det‾1, frekuensi f (atau
seringkali dinotasikan dengan v) yang mempunyai satuan Hertz, dan panjang
gelombang ג, yang mempunyai satuan µm (mikron, 1
µm = 10‾6 meter), nm (nanometer, 1 nm = 10‾9 meter),atau
Å (angstrom, 1 Å = 10‾10 meter). Kecepatan rambat gelombang
elektromagnetik dapat diasumsikan tetap sehingga variasi REM yang digunakan
dalam penginderaan jauh tergantung pada frekuensi v dan panjang gelombang ג. Ada kovensi bahkan cara menyatakan bagian
atau porsi REM dalam penginderaan jauh ialah dengan menggunakan spektrum
panjang gelombang ג.
Semua benda dengan temperature di atas 0 kelvin
(-273 0C) memberikan REM. Benda yang mampu menyerap radiasi
secara sempurna dan memancarkanya disebut dengan benda hitam sempurna (BHS).
Benda hitam adalah benda yang menurut mata manusia sepenuhnya berwarna hitam.
Energi Elrktromagnetik Eג yang
dipancarkan oleh suatu benda mempunyai satuan Watt m‾2 Å-1,mengikuti
hokum planck
Pada
umumnya, radiasi energi berbentuk kurva untuk berbagai nilai temperatur dan hal
ini juga menunjukan veriasi besarnya energi yang diradiasikan sejalan dengan
perubahan panjang gelombang. Pada gambar 3.5 terlihat bahwa jika
temperature sumber radiasi naik maka panjang gelombang pada puncak radiasi
energi turun. Jadi,menurut gambar tersebut, permukaan benda pada temperature
300 K (atau 27 0C) mempunyai puncak radiasi pada panjang
gelombang yang lebih besar daripadapermukaan benda dengan temperatur 6000 K
(atau 5727 0C). bagi mata manusia,kenaikan temperature sumber
energi akan ditangkap dengan perubahan warna dari gelap ke merah cerah,kuning,
dan kemudian biru, di mana warna-warna sesuai prinsip bahkan panjang gelombang
yang lebih pendek akan mempunyai energi yang lebih tinggi.
Di samping itu apabila temperatur
sumber radiasi maka jumlah radiasi energy juga naik. Jumlah total energy yang
diradiasikan dari permukaan benda dapat dihitung dengan mengintegrasikan luas
wilaya di bawah kurva. Dengan demikian, mengacu pada gambar 3.5 tersebut,
jumlah radiasi energi untuk kurva pada temperature 6000 K lebih tinggi
dibandingkan jumlah radiasi energi untuk kurva pada temperature 300 K.
Efek Atmosfer
Atmosfer
bersifat transparan terhadap REM, meskipun hanya untuk beberapa bagian spektra
saja. Untuk bagian yang lain, atmosfer justru bersifat opaque (tidak
tembus), sedangkan sebagian besar sisanya bersifat tidak sepenuhnya transparan.
Variasi sifat ini disebabkan oleh adanya hamburan (scattering) radiasi oleh
partikel-partikel dan molekul-molekul atmosfer, serapan energi yang sering kali
berupa serapan rensonansi molekular, serta emisi radiansi oleh benda atau
partikel lain di atmosfer. Kondisi atmosfer bervariasi secara keruangan dan
temporal sehingga sebenarnya kekuatan hamburan, serapan, dan emisi ini tidaklah
merata atau konstan. Wilayah panjang gelombang yang mengalami perlakuan ini
juga sebenarnya bervariasi.
Penyerapan
menyebabkan penurunan jumlah energi yang mampu menembus atmosfer da mencapai
bumi. Dengan demikian, energi yang mencapai permukaan dan dipantulkan kembali
ke sensor juga sebenarnya telah berkurang jumlahnya. Wilayah panjang gelombang
yang mampu memnbus atmosfer ( baik secara penuh ataupun sebagian) disebut
dengan jendela atmosfer. Hamburan radiasi sebagian besar terjadi pada panjang
gelombang yang relative pendek disebabkan oleh efek molecular atau biasa
disebut dengan hamburan Rayleigh. Hambura lain pada panjang gelombang yang
lebih besar disebabkan oleh partikel-partikel atmosfer. Bagi mata manusia,
hamburan Rayleigh menimbulkan efek kebiruan pada langit yang jernih. Hamburan
Mie bersifat non-selektif dan dapat terjadi pada berbagai spektrum panjang
gelombang.
Efek
hamburan dan serapan di atmosfer sangat terasa pada penurunan jumlah energi
langsu yang mencapai permukaan bumi. Efek penurunan jumlah energy langsu ini
disebut dengan atenuasi. Besarnya energy yang mencapai suatu permukaan bumi Eᵢ,λ dengan
demikian juga dipengaruhi oleh besarnya transmisivitas (kemudahan untuk
ditembus) atmosfer tλ dan juga besarnya radiansi
sebenarnya yang bersifat konstan EA,λ. Dengan demikian,
hubungan ketiganya biasa dituliskan sebagai berikut.
E і,λ = tλ ES,λ cos s
+ Eₐ,λ
Dimana :
t λ = rerata transmitasi
atmosfer untuk jalur sinar yang mampu menembus atmosfer
ES,λ = radiasi matahari pada bagian
atmosfer paling atas
s = sudut zenit matahari
Eₐ,λ = radiansi spectral
atmosfer
λ = panjang gelombang
(dalam nanometer)
SENSOR-SENSOR ELEKTRO-OPTIK UNTUK
PENGINDERAAN JAUH
Hingga
saat ini banyak sensor yang digunakan untuk system penginderaan jauh merupakan
sensor sistem pasif, yaitu sensor yang menangakap energi pantulan atau pancaran
gelombang elektromagnetik dari objek,tanpa mengirim gelombang energi ke arah
objek-objek tersebut. sensor-sensor ini pada umumnya adalah sensor
elektro-optik (atau opto-elektronik), yang mengombinasikan prinsip-prinsip
fisika optic dengan mekanisme piranti elektronik. Penjelasan ini disertai
ilustrasi pada Gambar 3.9.
3.3.1 Jenis-jenis Sensor
Multispektral Elektri-optik
Mengacu pada kategorisasi Vincent
(1997), pada dasarnya ada tiga macam sensor pencitra elektro-optik yang
digunakan umtuk keperluan komersial (sipil) dalam pengumpulan data
multispectral, yaitu:
1. Skaner multispectral yang beroperasi seperti menyapu seacara
melintang (whiskbroom). Lillesand et al. (2008) member istilah acrosstrack
scanner untuk mekanisme semacam ini. Skaner ini memindai dari sisi ke
sisi tegak lurus terhadap jalur lintasan wahana, membentuk garis-garis
pelarikan yang tersusun atas piksel-piksel. Gerak maju wahana yang terkombinasi
dengan gerak sapuan melintang ini menghasilkan baris-baris pelarikan baru.
Sensor-sensor MSS dan TM Landsat, serta GOES dan AVHRR-NOAA merupakan contoh
skaner whiskbroom yang terpasnag pada satelit, sedangkan
skaner Daedalus Enterprise merupakan contoh unuk tipe whiskbroom yang
dioperasikan dengan pesawat udara.
2. Skaner deret linier (linear array scanner) yang
beroperasi seperti sapu dorong (pushbroom) mengumpulkan informasi
pantulan atau pancaran objek dalam bentuk deretan piksel dalam satu baris
sekaligus. Gerak maju wahana dengan sendirinya akan menghasilkan deretan piksel
yang baru, tanpa mekanisme gerak sapuan melintang. Lillesand et al. (2008)
member istilah along-track scanner untuk tipe ini. Sensor yang
menggunakan skaner pushbroom pada wahana satelit misalnya ialah HRV SPOT milik
Perancis dan MOMS milik Jerman, sedangkan sensor MIES merupaka contoh skaner
dari jenis ini yang terpasang pada pesawat udara.
3. Skaner deret dua dimensional ( area array, atau
electronic framing camera) menggunakan deret detektor dua dimensi sperti
frame pada film kamera. Selain sensor RBV (retrun beam vidicom) pada
satelit Ladsat generasi pertama, saat ini belum tersedia sensor pada wahana
satelit yang menggunakan skaner dua dimensionl semacam ini.
Semua
tipe sensor elektro-optik tersebut memperkuat sinyal elektromangnetik yang
diterima, kemudian mendigitisasikannya kedalam angka-angka biner sesuai dengan
tingkat kemampuan bit-coding yang dimilikinya ketika masih berada di wahana.
Kemudian, secara digital pula angka-angka ini ditransmisikan ke stasiun bumi.
Gambar 3.9 mengilustrasikan contoh-contoh skaner yang ada dewasa ini.
Prinsip Pemisahan Berkas
Cahaya pada Sensor Multispektral Elektro-optik
Skaner
multispektral memisahkan (membagi) berkas cahaya yang datang pada suatu wilayah
panjang gelombang yang lebar menjadi berkas-berkas dengan lebar spektra yang
lebih sempit.
Menurut
Vincent (1997), piranti yang diperlukan oleh sensor dalam hal in berupa prisma,
filter transmisi, ataupun lensa/cermin dikhroik (dichroic mirror/grating).
Lensa dikhroik mampu meloloskan sinar dengan panjang gelombang yang lebih besar
daripada suatu nilai ambang, dan memantulkan sinar-sinar yang lain, yang
mempunyai panjang gelombang lebih kecil, atau sebaliknya. Spektra panjang
gelombang yang diteruskan maupun yang dipantulkan ini kemudian ‘ditangkap’ oleh
detektor. Prisma mendispersikan berkas cahaya dengan lebar spektrum yang lebih
besar, menjadi berkas-berkas dengan lebar spektra yang lebih kecil, pada berbagai
wilayah panjang gelombang. Filter transmisi bekerja dengan cara menapis cahaya
dengan spketrum yang lebar sehingga hanya satu berkas dengan panjang gelombang
yang dikehendaki sajalah yang lolos.
10
komponen-komponen elektro-optik yang digunakan untuk memisahkan radiasi
elektromagnetik kedalam beberapa wilayah panjang gelombang (Vincent, 1997).
Keterkaitan
antara tiga macam sistem pemisahan spectrum dan ketiga jenis skaner yang telah
dijelaskan sebelumnya cukup menarik. Menurut Vincent (1997), pada saat ini
telah terdapat tiga macam material unsure/senyawa penyusun detektor, yaitu
silikon (Si) yang cukup bagus untuk wilayah panjang gelombang 0,4 – 1,4 µm,
indium antimonida (InSb) yang peka untuk wilayah panjang gelombang 1,0 – 5,0
µm, merkuri-kadmium-telurida (HgCdTe) yang peka untuk wilayah panjang
gelombang8 – 14 µm. Lillesand et al. (2008) menyebutkan bahwa untuk wilayah
panjang gelombang antara 3 sampai 14 µm terdapat tiga macam detector yang
banyak digunakan, yaitu mercury-doped germanium (Ge;Hg) untuk spketrum 3-14 µm,
indium antimonida (InSb) untuk wilayah 3-5 µm, dan merkuri-kadmium telurida
(MCT atau HgCdTe, dan kadang kala disebut sebagai trimetal) untuk wilayah 8-14
µm.
Apabila
suatu sistem sensor dirancang untuk beroperasi pada julat panjang gelombang
biru hingga inframerah termal maka ketiga macam detektor tersebut perlu
digunakan.akan tetapi, untuk beroperasi normal, detektor InSb dan HgCdTe harus
didinginkan pada temperature nitrogen cair (yaitu sekitar 77 K). pendinginan
ini relative lebih mudah dilakukan pada pemisahan dengan lensa dikhroik ataupun
prisma, yang biasanya bekerja dengan skaner whiskbroom.kemudahan atau kesulitas
yang relative rendah muncul karena skaner whiskbroom sebenaranya bertumpu
pada kinerja satu detektor (kadang-kadang lebih,tetapi hanya terbatas sampai
sekitar 6 buah, seperti halnya pada sensor-sensor Landsat) untuk setiap berkas
spektrum sinar hasil pemisahan atau setiap saluran spectral. Pada skaner
pushbroom, kesulitan muncul karena terdapat sederet detektor yang jumlahnya
dapat mencapai ribuan, seperti misalanya pada detektor HRV SPOT 1-3 yang
mencapai 3000 buah untuk setiap saluran multispketral dan 6000 buah untuk
saluran pankromatik untuk tiap saluran spketral dapat didinginkan bersama-sama.
Penggunaan
filter transmisi memberikan efek yang berbeda dengan lensa dikhroik maupun
prisma. Filter ini menyaring atau menapis sinyal sehingga apabila suatu
sistem memerlukan beberapa saluran spectral maka penapisan terjadi beberapa
kali. Hal ini menyebabkan terjadi penundaan waktu (time delay) deteksi
perekaman. Disatu sisi sistem ini memberikan kemudahan pada penggunaan deret
linier detektor, tetapi disisi lain hanya sejumlah kecil saluran saluran
spektral yang dapat dioperasikan karena penambahan jumlah saluran spektral
berakibat langsung pada peningkatan dalam hal penundaan waktu.
Sistem
sensor HRV SPOOT 1-3 merupakan contoh skaner deret linier yang menggunakan
filter transmisi dan hanya mampu mengoperasikan sejumlah kecil saluran spektral
bila dibandingkan dengan sensor TM Landsat. Meskipun demikian, bukan berarti
penggunaan prisma tidak menghadapi kendala. Vincent (1997) menjelaskan bahwa
sinyal yang merupakan hasil dispersi melalui prisma pada umumnya lebih lemah
dan memerlukan amplifikasi elektronik lebih dibandingkan dengan sistem yang
lain.
Lillesand
et al.(2008) menunjukan bahwa sensor multispectral scanner secara efisien
menunakan kombinasi lensa dikhronik dan prisma . mula-mula berkas cahaya yan
masuk dipisahkan denan lensa dikhronik sehina panjan elomban yan besar
(emisi/termal) diteruskan dan diterima oleh detektor, sendankan panjan elomban
yan lebih pendek dipantulkan kearah sebidan prisma. Prisma in emudian
mendeskripsikan berkas pantulan itu menjadi beberapa pantulan spektral panjan
yan lebih sempit dan di terimah oleh sederet detektor. Seluruh detektor
kemudian menirimkan sinyal itu penuat ( amplifer) elektronik dan
selanjutnya direkam oleh media manetik
SISTEM PENINDRAAN JAUH
Satelit
tak berawan sebaai wahana penyebb informasi dipermukaan bumu mulai berkemban
sejak awal tahun 60an. Aplikasi utamanya adalah dibidan kemiliteran. Baru pada
awal decade 70an, satelit yan tak berawak diluncurkan untuk penamatan
sumberdaya bumi , yaitu ERTS-1. Peluncuran ini diikuti oleh pelunuran satelit
sumberdaya lain dan ju penimbanan sistem penolahan datanya. Boleh dikata mulai
saat itulah teknoloi dibidan penolahan citra dikembanan secara lebih serius.
Berdasarkan
misinya, satelit penginraan jauh dapat di kelompokan menjadi dua macam yaitu
sateli cuaca dan satelit sumberdaya. Penelompokan lain berdasarkan cara
penorbitannya. Kelompok pertama disebut geostasioner karena diorbitkan pada ketinian
lebih kuran 36.000km diatas bumi pada posisi geostasioner. Pada ketinggian ini
gravitasi dan sentrifugal bumi lebih kurang sebanding sengga satelit yang
ditempatkan disana tidak tertarik kebumi ataupun terlempar keluar orbit.
Pada umumnya satelit cuaca merupakan satelit geostasioner, misalnya Goes dan
Gms. Pada posisi diam ( yang sebenarnya terus bererak untuk menempati
posisi relative konstan terhadap suatu lokasi dibumi), satelit geostasioner
hanya mampu merekam wilaya yang sama terus menerus sepanjang hari, tetapi
dengan liputan yan sangangat luas. Karena posisinya relative tetap diatas
permukaan bumi, satelit jenis ini disebut singkron bumi. .
Kelompok
kedua adalah satelit singkron matahari( sun-synchonos satellite).
Satelit jenis ini serin pula disebut sebagai satelir berorbit polar karena
pengorbit bumi melewati kutub , memotong arah rotasi bumi. Hampir semua satelit
sumber daya adalah termasuk satelit sinkron matahari, misalnya lansad, SPOT,
ERS, dan JERS. Satelit NOAA (Nation oceanic and Atmospheric Administration),
yan sebenarnya merupakan satelit cuaca, jua melakukan orbit sinkron matahari.
Sesuai
dengan namanya, setelit sinkron matahari selalu bergerak, memontari arah rotasi
bumi denan melalui atau hampir melaluin kutub sehingga hampir dapat meliputi
seluruh bagian permukaan bumi. Dengan demikian satelit ini selalu berada diatas
wilayah yan sama dipermukaan bumi, pada waktu local yan sama pula. Ketinggian
orbit satelit jenis ini berkisar dari 600km sampeai denan 1000km, jauh lebih
rendah dibandinkan satelit geostasioner. Berikut ini uraian tentang satelit
sinkron matahari.
Sistem Landsat
Satelit
landsat milik amerika serikat, pertama kali diluncurkan pada 1972 denan nama
ERTS-1. Proyek eksperimental ini sukses dilanjutkan denan peluncuran
selanjutnya, seri kedua, tetapi dengan beraganti nama menjadi landsat. ERST-1
pun beraganti nama menjadi Landsat 1. Seri landsat hingga saat ini telah sampai
pada Landsat – 7. Dari landsat 1 hingga landsat 7 telah terjadi perubahan
desain sensor sehinga ketujuh satelit tersebut dapat dikelompokan menjadi
3 generasi pertama (Landsat 1-3), generasi kedua ( Landsat 4 dan 5 ). Serta
Venerasi ketiga (landsat 6-7). Landsat 1 dan 2 memuat dua macam senso, yaitu
RBV yang terdiri atas 3 saluran RBV- 2, dan RBV-3 denan resolusion sampai
79m: dan MSS7 denan resolusi spasial yang sama. Ketika sensor RBV ini ihilankan
pada satelit generasi berikutnya. Landsat 3 memuat ketiga macam sensor
tersebut, tetapi setelah terjadi penyusunan jumlah saluran pada RBV enjadi 1
saluran tunggal beresolusi spasial 40m.
Landast
4-5 memuat dua macam sensor pula, denan mempertahankan MSSnya, tetapi
menantikan RBV dengan TM krena alas an kapabilitas. Denan demikian urutn
penomeran MSS menjadi MSSI, MSS2, MSS3 dan MSS4. Mensor TM yan mempunya tujuan
saluran dinomeri urut dari 1 sampai denan 7.operasi landsat 3 sebenarnya telah
dimulai pada 1993, tetapi misi ini dengan segera gagal karena sesat setelah
diluncurkan, satelit Landsat 6 hilan yaitu pada 5 oktober 1993 ( Jensen 2005).
Amerika
serikatpun sebenarnya telah menyiapkan satelit penerusnya, melalui
undang-undang kebijakan penindraan jauh 1992, yan ditandatanani oleh
presidennya pada 28 oktober (Jensen, 2005). Denan demikian berbeda denan sensor
TM pendahuluannya yang hanya membawa tujuan saluran spektral , sensor landsat
7, yan disebut ETM+ ini memual 8saluran, dimna saluran 6 setelah dinaikan resolusi
spasialnya dari 120 meter menjadi 60 meter, dan saluran 8 merupakan saluran
pankromatik denan julat panjang gelombang antara 0,58-0,09µm.
Sejak
31 mei 2003, sistem sensor pada Landsat 7 ETM+ menalami kerusan berupa
kegagalan pengereksi baris pemindai. Akibat kegagalan ini, data hasil
pemindaiian pun banyak yan hilang. Melalui operasi sistem sensor yang menampakkan
moda SCL-offini, diperoleh citra digital yan menampakan baris-baris pemindaian
yan melompat-lompat. Walau upaya ini telah banyak membantu dalam
akuisi data, bagaimanapun juga sering terlihat adanya hasil yang mengganggu
penamatan visual, terutama ketika data yang digunakan untuk mengompensasi
baris-baris kosong pada tanggal perekaman sebelumnya berbeda dalam hal posisi
dan presentase liputan awan.
Sistem SPOT
SPOT
adalah proyek kerja sama antara prancis, swedia, dan belgia, dibawah koordinasi
CNES , badan ruang angkasa prancis. SPOT 1 diluncurkan pada 23 februari
986 dari stasiun peluncuran di Kourou, Guyana prancis, denan membawa dua sensor
indentik yang disebut HRV( Haute Resolution Visibel, resolusi tinggi pada
spekrum tampak). Seri SPOT telah mencapai generasi ketiga, dimana SPOT generasi
pertama meliputi SPOT 1,SPOT 2 dan SPOT 3 , sendangkan generasi kedua telah
dimulai oleh SPOT 4 (disusul SPOT 5 ), yang memiliki desain sensor yang lebih
canggi. Perubahan lain yang cukup siknifikan adalah dihapuskannya moda
pankromatik yan telah beroperasi paa SPOT 1-3 dan digantikan dengan saluran
infermerah yang dapat beroperasi pada dua moda : 10 m dan 20 m.
SPOT generasi kedua mempunyai dua macam instrument , yaitu HRVIR dan VMI. HRVRI merupakan kependekan dari high resolution in visible spektra tampak dan inframerah. Pada intrumen ini mode pankromatik denan resolusi10m dihilankan dan fasilitas ini digantikan oleh kemampuan saluran 2 (merah 0,61-0,68) untuk peroprasi pada dua moda resolusi: moda 20 m dan moda 10 m.
SPOT generasi kedua mempunyai dua macam instrument , yaitu HRVIR dan VMI. HRVRI merupakan kependekan dari high resolution in visible spektra tampak dan inframerah. Pada intrumen ini mode pankromatik denan resolusi10m dihilankan dan fasilitas ini digantikan oleh kemampuan saluran 2 (merah 0,61-0,68) untuk peroprasi pada dua moda resolusi: moda 20 m dan moda 10 m.
Sensor
VMI (vegetation Monitorin Intrument ) ada pulamenyebutnya sensor independen,
namun memiliki saluran spektral yan identik dengan HRVIR dalam hai panjang gelomban
yan digunakan. Perbedaan keduanya terletak pada resolusi spasial yan digunakan,
dimana VMI/VgT menggubakan resolusi spasial 1,1km untuk keperluan pemantauan
vegetasi global. SPOT 4 mampu merekam ulan wilayah yan sama antara 2 hingga 26
hari sekali. Hal ini merupakan kelebihan dibandingkan SPOT generasi pertama.
Kedua macam sensor beroperasi serentak merekam wilayah yang sama , namun dengan
resolusion yang berbeda.
SPOT
5 hadir sejak 2002 dan peroperasian bersama dengan SPOT 4 perbaikan yang tampak
pada SPOT5 meluputi penggantian sistem sensor HRVIR dengan intrumen gand HRg (
high resolution geometric). Di sampan itu satelit SPOT generasi ketiga ini juga
diharapkan dapat membawa intrumen HRS (high reso-lution) untuk memfasilitasi
penyimpangan model elevasi digital secara global pada resolusi 10 m.
Sistem NOAA
NOAA
(National Oceanic and Atmopheric Administration) adalah satelt cuaca memiliki
Amerika serikat. Berbeda halnya dengan satelit-satelit cuaca pada umumnya NOAA
mempunyai orbit polar. Selain tutupan awan satelit ini juga memberikan inforasi
yang sangat penting mengenaik liputan vegetsi global.
Satelit
ini mengorbit pada ketinggian antara 833-870km, dengan inklinasi 98.7◦-98,9◦.
Dua kali sehari satelit ini melintasi ekuator yaitu pukul 07.30 dan 19.30 serta
pukul 14.00 dan 02.00. lilsand et al. (2008) menyebutka bahwa NOAA 6-8, 10-12
dan 15 mempunyai waktu lintasan ekuator pada pagi hari yaitu pada pukul 7:30 dengan
arah utara keselatan: sendangkan NOAA 7-9-11 dan 14 melintasi ekuator malam
hari pada pukul 1 :30- 2:30 dini hari dengan arah utara keselatan.
NOAA
menggunakan dua macam sensor , yaitu AVHRR (Advanced Very High Resolution
Radiometer) dan TOVS ( TIROS Operational Vertical Sounder). AVHRR mempunyai 5
saluran pada spektrum tampak, inframerah dekat, dan inframerah termal, dengan
resolusi 1.1 kilometer untuk liputan local dan 4kilometer untuk liputan global.
TOV terdiri atas ukuran inframerah beresolusi tinggi (HIRS/2), unit pengukuran
strafosfer (SSU) dan unit penukuran gelombang pendek (MSU). Dalam konteks
pengindraan jauh untuk sumberdaya senor AVHRR lebih relevan untuk dibicarakan.
Kelima saluran pada AVHRR-NOAA tersebut ialah
saluran 1 (0.57-0.68µm), untuk peramalan cuaca, delineasi awn, serta pemantulan
salju dan es. Saluran (0.725- 1.10µm) diunakan terutama untuk
mendekteksi.Lokasi tubuh air, pencairan es dan batu, serta vagetasi, Saluran 3
(3,55-3.93um) terutama untuk pengukuran laut (seperti halnya saluran 4 dan 5),
awan pada malam hari, delianisasi tubuh air dan daratan, aktifitas
vulkanik, serta kebakaran hutan. Saluran 4 dan 5 (masing-masing 10.30-11.30
um dan 11.50- 12.50 um) lebih sesuai untuk pengukuran temperatur permukaan
laut, pembentukan awan siang/malam, serta deteksi kelembapan tanah.
citra
satelit cuaca GEOS yang diproduksi oleh NOAA dengan liputan siklon di atas Teluk
Meksiko. Kanan: citra satelit NOAA-AVHRR pada resolusi 1,1 km (local area
coverage, LAC) yang telah diklasifikasi menjadi peta penutup lahan untuk
seluruh wilayah Kanada. (Sumber: Canada Center for Remote Sensing/CCRS,tanpa
tahun)
3.4.4 Sistem Satelit Pemantau Laut
dan Pesisir
Sistem
satelit yang dikhususkan untuk pemanatauan luar dan pesisir (aplikasi marin)
antara lain meliputi satelit Nimbus -7 milik Amerika Serikat yang membawa CZCS
(Coastal Color Scanner); MOS (Marine Observation Satellite) milik jepang
yang membawa 3 macam instrument, yaitu MESSR, VTIR, dan MSR; serta Sea WIFS
(Sea-viewing Wide Fieldof-of View Sensor) milik Amerika Serikat . Sensor CZCS
yang dibawa oleh satelit Nimbus-7) diluncurkan pada 1978. Misi satelit ini
dikhususkan pada pemantauan temperature dan warna perairan pantai laut, sebagai
indikator kondisi wilayah perairan yang diamati. Pada sensor ini terdapat
6 saluran spektral, membentang dari spektrum biru hingga inframerah termal.
Citra 6 saluran yang dihasilkan mempunyai resolusi spaial 825 meter pada posisi
nadir dan lebar sapuan sebesar 1566 km. Pada tabel 3.3 terlihat bahwa empat
saluran pertama pada CZCS mempunyai julat panjang gelombang yang sangat sempit
(0,02 µm) dan dipusatkan pada kemampuan untuk membedakan pantulan air yang
sangat samar. Data dari keempat saluran ini, menurut Lillesand et al.(2008),
digunakan untuk memetakan konsentrasi fitoplankton dan material anorganik
tersuspensi, seperti misalnya debu. Saluran inframerah dekat diperlukan bagi
pengenalan vegetasi permukaan (daratan) dan pembedaan antara daratan dengan
tubuh air ; sedangkan saluran inframerah termal digunakan untuk memetakan
temperatur permukaan air laut. Satelit MOS milik Jepang mulai diluncurkan pada 1987 dan diikuti oleh
seri ke-2, yaitu MOS-1b, yang diluncurkan pada 1990. Tiga macam sensor yang
dibawa oleh satelit ini adalah MESSR (Multispectral Electronic Selfscanning
Radiometer) yang membawa 4 saluran spektral pada wilayah panjang gelombang yang
menyerupai sensor MSS Landsat, VTIR (Visible and Thermal Infrared Radiometer)
yang membawa dua saluran gelombang mikro. MESSR menghasilkan citra dengan
resolusi spasial 50 meter untuk semua saluran, sedangkan VTIR memberikan citra
dengan resolusi spasial 900 meter untuk spektral tampak dan 2,7 km untuk
spektral inframerah termal. MSR menghasilkan citra dengan resolusi 23 km.
tabel berikut ini menyajikan spesifikasi teknis dari sensor-sensor satelit MOS.
Sea WIFS mempunyai 8 saluran yang dioperasikan melalui mekanisme pelarikan
memotong lintasan (across-track scanner), terbentang dari 0,402 hingga 0,885
µm. Sistem ini terutama dirancang untuk mendukung studi biogeokimia, dan
merupakan usaha patungan antara NASA dengan perusahan swasta OSC (Orbital
Science Corporation). Citra Sea WIFS dapat diperoleh melalui 2 tipe data, yaitu
LAC (local area coverage) dengan resolusi 1,13 km pada nadir dan GAC (global
area coverage) dengan resolusi sekitar 4 km
SISTEM SKANER MULTISPEKTRAL DENGAN
PESAWAT UDARA
Sebenarnya system
skaner multispectral dengan pesawat udara (airborne multispectral scanning
system) telah lebih dahulu di kembangkan dari pada system skaner pada wahana
ruang angkasa. Hingga saat ini pun terutama untuk keperluan eksperimental,
system skaner pesawat udara masih tetap di gunakan. Richards (1993)
menyebutkan tiga macam perbedaan utama antara system skaner multispectral
pesawat udara dengan system skaner multispectral pesawat udara dengan system
skaner multispectral satelit, yaitu :
1. Volume data yang di hasilkan oleh system pesawat udara pada
umumnya jauh lebih besar. Hal ini di sebabkan oleh jumlah saluran yang lebih
banyak, yaitu dapat mencapai 12 buah. Di samping itu, resolusi spasial yang di
hasilkan jauh lebih tinggi.
2. Medan pandang sensor (FOV, Field of View) pada umumnya jauh
lebih besar (bila di ukur dengan derajat) karena tinggi gerbang pesawat jauh
lebih rendah daripada satelit. FOV pada system skaner pesawat terbang dapat
mencapai sekitar 70-90 sedangkan system satelit Landsat 4 dan 5,
misalnya hanya sekitar 15
3. Stabilitas kedudukan sensor pada system skaner pesawat udara
pada umumnya jauh lebih rendah. Hal ini dapat di mengerti karena gangguan
stabilitas pada pesawat udara memang lebih banyak,, yang di sebabkan oleh
turbulensi udara, angin, perbedaan tekanan udara dan sebagainya.
Sehubungan dengan butir(c). howard
(1990) menekankan kekurangan system ini pada resolusi spasial citra yang di
hasilkan karena variasi tinggi terbang secara langsung berpengaruh terhadap
variasi ukuran pikselnya . Meskipun terdapat beberapa kekurangan dalam
penggunaan system skaner pesawat udara, sebenarnya system ini pun menawarkan
beberapa keuntungan. Pengguna dapat memilih saluran yang di inginkan untuk
aplikasi tertentu. Di samping itu, misi ini dapat di jalankan untuk memenuhi
kebutuhan spesifik yang mensyaratkan waktu perekaman, sudut liputan, tinggi
terbang, dan resolusi spasial tertentu. Berikut ini uraian singkat mengenai
beberapa system sensor skaner multispectral untuk pesawat udara.
DAEDALUS AADS 1240/1260
Skaner
garis multispektral (multispectral line scanner) Daedalus AADS 1240/1260
merupakan system skaner pesawat udara yang paling banyak di gunakan. Pada
system ini terdapat 12 saluran yang dapat di operasikan (Lihat table 3.11)
dengan memilih kombinasi yang di kehendaki. Proses pelarikan terjadi melalui
mekanisme pemutaran cermin, seperti halnya sensor MSS dan TM Landsat. Pantulan
sinyal dari cermin di teruskan melalui lensa dikhroik (dichroic lens), yaitu
lensa yang dapat berfungsi ganda: memantulkan panjang gelombang tertentu
sekaligus menentuan bagian panjang gelombang yang lain. Kedua bagian panjang
gelombang ini kemudian di terima oleh detector pada dua port sensor. Kedua
pangkalan sensor semuanya ini dapat di pasangi dengan sensor inframerah termal
(AADS 1240) atau satu pangkalan di pasangi sensor inframerah termal dan
dan satu port sisanya di pasangi sensor spectra pantulan dengan 10 saluran
(AADS 1260). Sebagai alternatif, salah satu pangkalan dapat pula di pasangi
dengan sensor ultraviolet.
3.5.2 AIRBORNE THEMATIC MAPPER (ATM)
Sebelum
peluncuran Landsat –D yang membawa sensor Thematic Mapper (TM) pada 1982,
banyak percobaan telah di lakukan untuk simulasi sensor tersebut dengan
Airborne Thematic Mapper(ATM). Hingga saat ini ketika data digital TM
Landsat sudah relative mudah di peroleh, sensor simulasi ini un masih terus di
gunakan untuk kepentingan eksperinmental yang lebih sesuai dengan kebutuhan
penelitian. Table 3.10 menunjukan spesifikasi tekhnis sensor ATM, dengan
resolusi spasial yang dapat di atur sesuai dengan ketinggian terbang pesawat.
Pada ketinggian 12,5 km dan IFOV 2,5 mrad dapat di hasilkan citra beresolusi
spasial setara dengan citra TM-Landsat ,yaitu 30 meter.
PENCITRAAN HIPERSPEKTRAL
Berbagai
penelitian lanjut dalam karakteristik spectral objek telah memberikan
kesimpulan bahwa penggunaan spectrum yang sempit ternyata mampu menonjolkan perbedaan
objek secara lebih baik bila dibandingkan dengan penggunaan spectrum yang
relative lebar, seperti yang digunakan pada MSS dan TM-Landsat, HRV-SPOT,
ataupun AVHRR-NOAA. Meskipun demikian, pengertahuan mengenai hal ini pada
awalnya belum dapat secara efisien diaplikasikan dalam pembuatan sensor satelit
yang beroperasi pada interval yang diinginkan. Oleh karena itu, suatu system
pencitraan dengan menggunakan spectrometer dirancang, dimana julat panjang
gelombang yang diinginkan dapat diubah-ubah secara luwes (Piepen et al,1993).
Teknologi ini dapat diterapkan pada wahana udara maupun satelit.
Tekonologi
yang untuk semsentara masih dipandang belum sepenuhnya operasional ini disebut
dengan spektometri pencitraan (imaging spectrometry) karena mampu memadulkan
kemampuan menyajikan informasi spectral objek secara kuasi-kontinu, yaitu pada
interval panjang gelombang yang sangat sempit seperti halnya spektometer, sekaligus
mampu menghasilkan citra digital.
Sensor
hiperspektral mampu mengumpulkan informasi dan mengubahnya menjadi citra dalam
jumlah saluran yang sangat banyak dan sempit julatnya (sekitar 0,01 µm),
terbentang dari sepktrum tampak, inframerah dekat, inframerah tengah, dan
inframerah termal.
Keterbatasan sistem multspektral
terletak pada pemilihan informasi rata-rata pada setiap julat spectral yang
cukup lebar sehingga objek yang secara rinci menunjukkan variasi berbeda, namun
secara rata-rata menunjuukan nilai informasi yang hampir sama tak akan
dapat dibedakan secara spectral. Lillesand et al. (2008) menegaskan bahwa
saluran spectral TM Landsat dengan lebar spektrum sekitar 0,1 µm hanya mampu
membedakan objek atau tipe material secara umum, sedangkan sistem
hiperspektral berpotensi untuk pengenalan tipe material secara rinci serta
untuk estimasi jumlahnya.
Pencintraan Hiperspektral dari
Udara
Sistem
pencitraan hiperspektral yang termasuk paling awal dikembangkan ialah AIS
(Airborne Imaging Spectrometer). AIS mampu mengumpulkan data dalam 128 saluran
spectral dengan lebar spectral rata-rata sekitar 9,3 nm (atau 0,0093 µm). Untuk
moda pohon, AIS mengumpulkan data dalam saluran kontinu antara 0,4 sehingga 1,2
µm; sedangkan untuk modus batuan sistem ini mengumpulkan informasi
antara 1,2 hingga 2,4 µm. IFOS AIS ialah 1,9 mrad, dengan tinggi
terbang sekitar 4200 meter diatas permukaan bumi, dan mampu menghasilkan satu
jalur sapuan sempit selebar 32 piksel (AIS-1) atau 64 piksel (AIS-2). Ukuran
piksel medan pada citra yang dihasilkan ialah sekitar 8 meter (Richards, 1993;
Lillesand et al.,2008).
Selain AIS, beberapa sistem pencitra
hiperspektral yang sering digunakan ialah CASI (Compact Airborne Spectrographic
Imager) yang menggunakan deret linier sebanyak 558 piksel untuk mengumpulkan
data hingga 288 saluran antara 0,4 hingga 0,9 µm, pada interval 0,0018 µm.
jumlah pasti saluran, lokasi, dan lebar saluran dapat diprogram selama
penerbangan. IFOV sistem CASI ini mencapai 1,2 mrad. Di samping itu, AVIRIS
(Airborne Visible-Infrared Imaging Spectrometer) juga mampu mengumpulkan 224
saluran dengan lebar interval sekitar 0,0096 µm pada saluran kontinu dengan
kisaran antara 0,40 hingga 2,45 µm. Bila dipasang pada pesawat riset ER-2 milik
NASA pada ketinggian 20 kemiri, sensor AVIRIS ini akan mampu menghasilkan lebar
sapuan 10 kemiri dan dengan resolusi medan 20 m. Richards (1994)
menyajikan tabel yang menunjukan beberapa jenis sensor hiperspektral yang
digunakan untuk keperluan komersial maupun riset pengembanagan.
Pencitraan Hiperspektral Melalui
Satelit
Sensor
Hyperion merupakan salah satu system sensor hiperspektral yang paling
awal dipasang pada satelit, bahkan lebih dahulu daripada MERIS pada Envisat 1.
Sebenarnya satelit EO-1 (Earth Observer-1) yang diluncurkan pada 21 November
2000 dan mengorbit pada ketinggian 705 km di atas bumi serta mengorbit sinkron
matahari mengusung sensor Hyperion ALI (Advanced Land Imager) dan LEISA (Linear
Imaging Spectrometer Array).
Hyperion
menarik untuk dibahas karena katalog perekamannya sangat mirip dengan
landsat-7. Satelit EO-1 dirancang sedemikian rupa sehingga dengan tinggi orbit
705 km dan inklinasi 98.7◦, merekam dengan formasi menit lebih lambat daripada
landsat-7, namun pada jalur yang sama persis. Hanya saja, lebar sapuannya lebih
sempit, yaitu hanya 7,5 km melalui perekaman melintang arah jalur
orbit(across-track scanning). Dengan selisih waktu yang hanya 1 menit ini,
perbandingan anatara citra yang dihasilkan oleh landsat -7 dan EO-1 tentu saja
mudah dilakukan karena selisih waktu tersebut cukup kecil untuk
mempertimbangkan adanya perbedaan kondisi atmosfer. Tabel 3.12 menyajikan
spesifikasi saluran spectral pada satelit EO-1
Sensor
Hyperion mempunyai 220 saluran spectral berkisar dari 0,4 hingga 2,35 µm,
sementara ALI mempunyai 10 saluran berkisar dari 0,4 hingga 2,4 µm. keduanya
memberikan data citra pada resolusi spasial 30 m, sama seperti Landsat ETM+.
LEISA merupakan suatu subsistem pengoreksi atmosfer (atmospheric
corrector) yang merupakan instrumen hiperspektral dengan jumlah saluran
sebanyak 256 bau pada kisaran antara 0,9 hingga 1,6 µm pada resolusi spasial
250 m. LEISA dirancang untuk mengoreksi variasi kandungan uap air di
atmosfer.
SISTEM PENCITRAAN SENSOR AKTIF
DENGAN LASER: LIDAR
Perkembangan teknologi sensor aktif dewasa ini
semakin maju dengan kehadiran LIDAR (Light Detection and Ranging). Pada awalnya
dikembangkan pada 1960 oleh Hughes Aircraft (Jensen,2007). Lidar merupakan
teknik akusisi citra dengan sensor aktif yang memanfaatkan berkas sinar laser
(light amplification by stimulated emission of radiation) yang dikirim dari
wahana bergerak , misalnya pesawat udara, ke permukaan bumi. Saat ini salah
satu fitur menarik dari laser ini adalah kemampuannya untuk menghasilkan
informasi profil permukaan pada dua lapisan sekaligus misalnya profil
ketinggian pepohonan dan profil permukaan tanah di bawah pepohonan tersebut.
Dengan mekanisme pemindaian maka citra tiga dimensi dengan dua macam informasi
ketinggian dapat Dihasilkan sehingga volume lapis pepohonan pun dapat
diestimasi dengan lebih akurat.
Dalam
suatu sistem lidar, selain sensornya sendiri terdapat differential global
positioning system (DGS) yang mampu secara akurat posisi sensor dalam suatu
sistem koordanat dan proyeksi biasanya menggunakan WGS84. Terdapat pula suatu
pengendali lain yang disebut dengan inertial measurement unit (IMU) yang
memanfaatkan gireskop untuk mengetahui besaran roll, pitch, dan yaw
pesawat.diperoses untuk menghasilkan berkas yang berisi tentang trajektor
pesawat terbang dan antenna lidar setiap saat, yang kemudian diproses lanjut
untuk memberikan informasi mengenai posisi lintang,bujur, dan tinggi terbang
ellipsoid,serta orientasi sensor (roll,pitch, dan heading) yang diindekskan
dengan waktu GPS (Jensen 2007).
Pantulan pada lidar (Lidar Returns)
Pusat
lidar keluar dari suatu transmitter ke arah medan dibawahnya,dengan diarahkan
oleh suatu cermin yang berputar pada sudut tertentu. Pulsa radar ini mempunyai
suatu jejak laser sesaat yang dibandingkan dengan medan pandang sesaat
pada sistem multispektal pasif. Jejak laser sesaat diukur didalam
diameter tertentu tergantung pada tinggi terbang wahananya,misalnya 30
meter.
Pada
gambar 3.28 terlihat pada pulsa A dari wahana mengenai permukaan medan (tanah)
secara langsung dan menghasilkan pantulan lidar tunggal, dimana pantulan
pertama (first return) dan pantulan akhir (last return)
pada dasarnya sama. Pulsa B wahana yang sama pada sudut yang berbeda mengenai
susunan dedaunan pepohonan bagian atas, yang menghasilkan rekaman pantulan
pertama, sisanya menembus sampai susunan dedaunan bagian bahwa dan
menghasilkan rekaman pantulan kedua,dan sisa terakakhir menebus dedaunan
tersebut serta mengenaipermukaan tanah yang menghasilkan rekaman pantulan
akhir.
Jensen
(2007) menguraikan bahwa pantulan berganda (multiple return) lidar
diperoleh dengan mengacu pada pantulan pertama,pantulan antara (intermediate
return) yang mungkin ada,pantulan akhir, serta intensitas
masing-masing. Masspoints dan berasosiansi dengan berkas
setiap pantulan terdistribusi di seluruh bentang lahan pada berbagai kerapatan
tergantung pada sudut pemidaian, jumlah pulsa per detik yang
ditransmisikan,bagian wilaya di permukaan tanah yang sama sekali tidak
memberikan pantulan lidar disebut sebagai data voids.
Perusahan
pengumpulan data lidar biasanya memberikan data lidar sesuai dengan kebutuhan
penggunaan. Sebagai contoh, suatu himpunan data bisa diberikan dalam format
ASCII yang berisi informasi pantulan sebagai berikat : hari, koordinat x,
koordinat y, dan intensitas, format ASCII sederhana semacam ini dapat
menjadi masukan bagi analisis dan evaluasi dengan menggunakan SIG. data
pantulan lidar juga biasanya diproses oleh perusahan pengumpulan data dan
dipisahkan kedalam berkas-berkas yang masing-maing berisi tentang
pantulan pertama,pantulan kedua, dan pantulan permukaan tanah terbuka (Bare
Eartsh returns).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar