Senin, 17 April 2017

materi data citra III



 BAB III
 SISTEM PENGINDERAAN JAUH PENGHASIL CITRA DIGITAL

Bidang penginderaan jauh menggunakan citra sebagai data yang masih perlu dianalisis dan diinterpretasi untuk menghasilkan informasi turunan.informasi turunan biasanya berupa peta dan tema isi yang sesuai dengan kebutuhan kajian.analisis dan interpretasi citra digital tak dapat melepaskan diri dari sistem yang menghasilkannya. Dalam konteks studi penginderaan jauh,elektromagnetik,atmosfer,benda dipermukaan bumi,dan misi sistemnya. Citra digital penginderaan jauh sering dikaitkan dengan sistem perekaman oleh satelit,airborne scanner,dan juga pesawat ulang-alik (space shuttle). Hingga saat ini,sistem satelit dikenal sebagai sistem penginderaan jauh antariksa yang paling mapan dan mendapat perhatiaan besar untuk dikembangkan menjadi sistem yang sepenuhnya operasional. Disamping itu,dalam kurang waktu sekitar 30 tahun terakhir , sistem  pencitraan digitar melalui wahana pesawat udara ataupu ruang angkasa telah ditekankan pada pembentuka citra multispetra dan bakan hipersterral. Oleh karena itu , titik berat pembahasan adalah sistem satelit penginderaan jauh yang menghasilkan citra satelit digital multispectral. 

PENELITIAN DI LAPANGAN DAN LABORATORIUM SEBAGAI BASIS   PERANCANGAN SENSOR SATELIT

Bagaimana para pakar merancang sensor untuk satelit sumberdaya? Jawaban atas pertanyaan ini berakar  jauh pada penelitian eksperimental di lapangan dan laboraturium , kususnya mengenai pola respons spekral objek dalam berbagai interval panjang gelombang. Uraian berikut ini menjelaskan tentang spektrum elektromagnetik dan sistem sensor dalam penginderaan jauh.

SPEKTRUM ELEKTROMAGNETIK DALAM PENGINDERAAN JAUH



Sistem penginderaan jauh bekerja dalam dua domain,yaitu domain spectral dan domain spasial. Pada perinsipnya setiap benda dengan temperature diatas 0 kelvin memantulkan dan memancarkan gelombang elektronmagnetik.apabila pada luasan tertentu terdapat beberapa jenis benda maka mesing-masing benda akan memberikan pantulan dan pancaran elektromagnetik yang dapat diterima oleh suatu sensor. Dengan demikian,kehadiran suatu benda dapat dideteksi berdasarkan pantulan atau pancaran elektromagnetik yang dilakukan oleh benda itu,asal karakteristik pantulan/pancaran elektromagnetiknya telah diketahui.



Setiap benda pada dasarnya mempunyai struktur partikekyang berbeda,baik mikro maupun makro.perbedaan struktur ini memengaruhi pola respons elektromagnetiknya. Oleh karena itu,pengenalan atas perbedaan respons elektromagnetik tersebut dapat dijadikan menjadi bagi pembedaan objek.fisika menjelaskan bahwa gelombang elektromagnetik terdiri atas sekumpulan’pita’ (band) atau saluran/kanal dengan wilaya dan julat panjang gelombang yang berbeda-beda. Tiap wilaya elektromagnetik dengan julat panjang gelombang tertentu inilah yang disebut dalam spektrum (jamak = spektral). Contoh sederhana adalah terbiasakanya cahaya putih yang dilewatkan pada sebuah prisma kaca sehingga terbentuk satu deret spektral,mulai dari inframerah sampai dengan ultraungu. Setiap wilaya yang disebut warna adalah suatu wilaya spektrum dengan julat panjang gelombang tertentu.
Cara benda bemberikan respons terhadap gelombang elektromagnetik yang mengenainya berbeda-beda,dari suatu jenis ke jenis lain; dan dari suatu spektrum ke spektrum yang lain karena tiap objek yang sama ternyata mempunyai respons yang relative serupa pda tiap spektrum maka respons elektromagnetik objek sering dinyatakan sebagai respons spectral. Pola ini dibuat berdasarkan berbagai penekitian dilapangan dan di laboratorium dengan penempatkan sensor pada berbagai sudut pandang yang dapat diperhitungkan efeknya terhadap faktor penginaran dan pantulan.alat yang digunakan adalah sensor cahaya yang disebut spektrum meter dan spektroradiometer.pada alat ini terdapat pengatur besarnya panjang gelombang yang dapat masuk melalui sistem lensanya. Disamping itu,secara otomatis,besarnya fliks cahaya yang masuk akan dicatat,dan dikonversi baik dalam persen maupun angka digital respons spectral objek dinyatakan sebagai energi yang mencapai sensor dengan satuan mWcm-2sr‾1µm‾1 (Swain dan Dawis, 1978). Eksperimen dengan spektroradiometer lapangan (kadang kala disebut juga dengan field goniometry,Jensen 2007) juga menerapkan simulasi sudut penyinaran,sudut pantulan,dan posisi sensor (gambar 3.2 dan 3.3).hasil pengukuran yang telah dikalibrasi kemudian disajikan dalam bentuk grafik kurva spektral.
Mata manusia adalah sensor alami yang sangat bagus,yang beroperasi pada spektrum tampak mata. mata beoperasi pada julat atau rentang pajang gelombang 0,39-0,72 µm. ‘kekurangan’ mata manusia sebagai sensor bahwa sistem lensa mata tidak dapat melakukan seleksi atas spektrum cahaya yang masuk sehingga semua energy pada julat spektrum yang lebar ini masuk bersama.
Pem
PEMILIHAN SPEKTRUM
Berdasarkan penelitian eksperimental dengan menggunakan spectrometer tersebut,suatu sistem sensor yang beroperasi pada julat panjang gelombang yang lebih sempit dapat dirancang. Jumlah dan lebar spektrumnya dapat diatur sedemikian rupa sehingga citra yang dihasilkan dapat menyajikan perbedaan oyek yang diinginkan  tanah basah dan tanah kering,air keruh dan air jernih, vegetasi sehat dan vegetasi tak sehat dan sebagiangnya.
Perbedaan antara spektrometer dengan sensor yang dirancang terletak pada selang (interval) spektrum yang digunakan dan juga cara operasinya. Spektrometer untuk penelitian eksperimental biasanya dapat diatur untuk bekerja dengan interval panjang gelombang yang sangat pendek/sempit,bahkan sampai kurang dari 0,01 µm. sensor operasional pada mulanya justru sebaliknya,dirancang untuk beroperasional pada julat yang tetap,misalnya pada 0,44-0,51 µm; 0,52-0,60 µm; 0,61-0,68 µm; dan sensor dengan nspectra akan menghasilkan n citra objek yang sama,namun dengan variasi spektral yang berbeda. Berbagai sensor hiperspektral dapat dijumpai,yang mampu menghasilkan data pada lebar spektrum yang sangat sempit dan dengan jumlah saluran spektral yang sangat banyak.
Pengukuran dapat dimanfaatkan untuk 3 hal yaitu
a.       Memperoleh informasi lebih rinci mengenai perilaku spektral suatu jenis objek,
b.      Melakukan kalibrasi data penginderaan jauh,dan
c.       Menghasilkan suatu data spektral yang bersifat unik,untuk memperbaiki kemampuan ekstrasi informasi dengan menggunakan data multispektral maupun hiperspektral.
Hasil pengukuran spektrometri lapangan antara lain berupa kurva spektral beberapa objek,seperti tersaji di gambar 3.4. untul dapat memberoleh informasi berupa kurva spektral pada gambar 3.4, pengoperasian spektroradiometer lapangan memerlukan dua macam informasi,yaitu (Jensen,2007) :
1.      Besarnya radiansi yang dipantulkan pada suatu interval panjang gelombang dari suatu sampel acuan Lr,
2.       Besarnya radiansi yang dipantulkan oleh sasaran (target) objek yang akan dianalisis, LT
Berdasarkan dua macam informasi maka spektrum pantulan pr dapat dihitung dengan membagi nilai respons spektral sasaran dengan nilai respons spektral sampel acuan :
pT = LT x k ……………………………………………………………………….
Nilai k diperoleh dari rasio antara irradiansi matahari terhadap eksitansi dari material acuan. McCoy (2005) menyebutkan bahwa idealnya nilai k ini mendekati 1. Salah satu material acuan banyak dipakai untuk Lr, menurut Jensen (2007) adalah spektralon adalah suatu lembaran yang terbuat dari resin termoplastik berwarna putih atau abu-abu yang mampu memberikan pantulan baur yang sangat baik (tingkat difusinya tinggi).
Proses mental (penhlihatan manusia ) akan dengan mudah dapat spektral yang terekam sebagai  nilai kecerahan; dan juga berdasarkan pola spasialnya. Namun cara ini kurang efisien,akurat,dan melelahkan, khususnya untuk liputan wilaya yang luas.bantuan komputer untuk melakukan identifikasi objek berdasarkan ciri-ciri spektral pada beberapa saluran spektra sangatlah bermanfaat,inilah yang disebut dengan proses klasifikasi otomatis.

radia RADIASI ELEKTROMAGNETIK  (REM)
Radiasi Elektromagnetik (REM) ditransmisikan melalui ruang berupa gelombang sinusoidal. Parametem REM ialah kecepatan rambat gelombang c yang besarnya 2,98 x 106m det‾1, frekuensi f  (atau seringkali dinotasikan dengan v) yang mempunyai satuan Hertz, dan panjang gelombang ג, yang mempunyai  satuan µm (mikron, 1 µm = 10‾meter), nm (nanometer, 1 nm = 10‾9 meter),atau Å (angstrom, 1 Å = 10‾10 meter). Kecepatan rambat gelombang elektromagnetik dapat diasumsikan tetap sehingga variasi REM yang digunakan dalam penginderaan jauh tergantung pada frekuensi v dan panjang gelombang ג. Ada kovensi bahkan cara menyatakan bagian atau porsi REM dalam penginderaan jauh ialah dengan menggunakan spektrum panjang gelombang ג.
Semua benda dengan temperature di atas 0 kelvin (-273 0C) memberikan REM. Benda yang mampu menyerap radiasi secara sempurna dan memancarkanya disebut dengan benda hitam sempurna (BHS). Benda hitam adalah benda yang menurut mata manusia sepenuhnya berwarna hitam. Energi Elrktromagnetik Eג yang dipancarkan oleh suatu benda mempunyai satuan Watt m‾2 Å-1,mengikuti hokum planck

Pada umumnya, radiasi energi berbentuk kurva untuk berbagai nilai temperatur dan hal ini juga menunjukan veriasi besarnya energi yang diradiasikan sejalan dengan perubahan panjang  gelombang. Pada gambar 3.5 terlihat bahwa jika temperature sumber radiasi naik maka panjang gelombang pada puncak radiasi energi turun. Jadi,menurut gambar tersebut, permukaan benda pada temperature 300 K (atau 27 0C) mempunyai puncak radiasi pada panjang gelombang yang lebih besar daripadapermukaan benda dengan temperatur 6000 K (atau 5727 0C). bagi mata manusia,kenaikan temperature sumber energi akan ditangkap dengan perubahan warna dari gelap ke merah cerah,kuning, dan kemudian biru, di mana warna-warna sesuai prinsip bahkan panjang gelombang yang lebih pendek akan mempunyai energi yang lebih tinggi.
Di samping itu apabila temperatur sumber radiasi maka jumlah radiasi energy juga naik. Jumlah total energy yang diradiasikan dari permukaan benda dapat dihitung dengan mengintegrasikan luas wilaya di bawah kurva. Dengan demikian, mengacu pada gambar 3.5 tersebut, jumlah radiasi energi untuk kurva pada temperature 6000 K lebih tinggi dibandingkan jumlah radiasi energi untuk kurva pada temperature 300 K.
Efek Atmosfer
Atmosfer bersifat transparan terhadap REM, meskipun hanya untuk beberapa bagian spektra saja. Untuk bagian yang lain, atmosfer justru bersifat opaque (tidak tembus), sedangkan sebagian besar sisanya bersifat tidak sepenuhnya transparan. Variasi sifat ini disebabkan oleh adanya hamburan (scattering) radiasi oleh partikel-partikel dan molekul-molekul atmosfer, serapan energi yang sering kali berupa serapan rensonansi molekular, serta emisi radiansi oleh benda atau partikel lain di atmosfer. Kondisi atmosfer bervariasi secara keruangan dan temporal sehingga sebenarnya kekuatan hamburan, serapan, dan emisi ini tidaklah merata atau konstan. Wilayah panjang gelombang yang mengalami perlakuan ini juga sebenarnya bervariasi.
Penyerapan menyebabkan penurunan jumlah energi yang mampu menembus atmosfer da mencapai bumi. Dengan demikian, energi yang mencapai permukaan dan dipantulkan kembali ke sensor juga sebenarnya telah berkurang jumlahnya. Wilayah panjang gelombang yang mampu memnbus atmosfer ( baik secara penuh ataupun sebagian) disebut dengan jendela atmosfer. Hamburan radiasi sebagian besar terjadi pada panjang gelombang yang relative pendek disebabkan oleh efek molecular atau biasa disebut dengan hamburan Rayleigh. Hambura lain pada panjang gelombang yang lebih besar disebabkan oleh partikel-partikel atmosfer. Bagi mata manusia, hamburan Rayleigh menimbulkan efek kebiruan pada langit yang jernih. Hamburan Mie bersifat non-selektif dan dapat terjadi pada berbagai spektrum panjang gelombang.
Efek hamburan dan serapan di atmosfer sangat terasa pada penurunan jumlah energi langsu yang mencapai permukaan bumi. Efek penurunan jumlah energy langsu ini disebut dengan atenuasi. Besarnya energy yang mencapai suatu permukaan bumi Eᵢ,λ dengan demikian juga dipengaruhi oleh besarnya transmisivitas (kemudahan untuk ditembus) atmosfer tλ  dan juga besarnya radiansi sebenarnya yang bersifat konstan EA,λ.  Dengan demikian, hubungan ketiganya biasa dituliskan sebagai berikut.

і,λ =  tλ   ES,λ  cos s + Eₐ,λ 

Dimana :
t λ  = rerata transmitasi atmosfer untuk jalur sinar yang mampu menembus atmosfer
ES,λ = radiasi matahari pada bagian atmosfer paling atas 
s  =  sudut zenit matahari
Eₐ,λ  =  radiansi spectral atmosfer
 λ  = panjang gelombang (dalam nanometer)

SENSOR-SENSOR ELEKTRO-OPTIK UNTUK PENGINDERAAN JAUH
Hingga saat ini banyak sensor yang digunakan untuk system penginderaan jauh merupakan sensor sistem pasif, yaitu sensor yang menangakap energi pantulan atau pancaran gelombang elektromagnetik dari objek,tanpa mengirim gelombang energi ke arah objek-objek tersebut. sensor-sensor ini pada umumnya adalah sensor elektro-optik (atau opto-elektronik), yang mengombinasikan prinsip-prinsip fisika optic dengan mekanisme piranti elektronik. Penjelasan ini disertai ilustrasi pada Gambar 3.9.

3.3.1  Jenis-jenis Sensor Multispektral Elektri-optik
Mengacu pada kategorisasi Vincent (1997), pada dasarnya ada tiga macam sensor pencitra elektro-optik yang digunakan umtuk keperluan komersial (sipil) dalam pengumpulan data multispectral, yaitu:

1.      Skaner multispectral yang beroperasi seperti menyapu seacara melintang (whiskbroom). Lillesand et al. (2008) member istilah acrosstrack scanner untuk mekanisme semacam ini. Skaner ini memindai dari sisi ke sisi tegak lurus terhadap jalur lintasan wahana, membentuk garis-garis pelarikan yang tersusun atas piksel-piksel. Gerak maju wahana yang terkombinasi dengan gerak sapuan melintang ini menghasilkan baris-baris pelarikan baru. Sensor-sensor MSS dan TM Landsat, serta GOES dan AVHRR-NOAA merupakan contoh skaner  whiskbroom yang terpasnag pada satelit, sedangkan skaner Daedalus Enterprise merupakan contoh unuk tipe whiskbroom yang dioperasikan dengan pesawat udara.
2.      Skaner deret linier (linear array scanner) yang beroperasi seperti sapu dorong (pushbroom) mengumpulkan informasi pantulan atau pancaran objek dalam bentuk deretan piksel dalam satu baris sekaligus. Gerak maju wahana dengan sendirinya akan menghasilkan deretan piksel yang baru, tanpa mekanisme gerak sapuan melintang. Lillesand et al. (2008) member istilah along-track scanner untuk tipe ini. Sensor yang menggunakan skaner pushbroom pada wahana satelit misalnya ialah HRV SPOT milik Perancis dan MOMS milik Jerman, sedangkan sensor MIES merupaka contoh skaner dari jenis ini yang terpasang pada pesawat udara.
3.      Skaner deret dua dimensional ( area array, atau electronic framing camera) menggunakan deret detektor dua dimensi sperti frame pada film kamera. Selain sensor RBV (retrun beam vidicom) pada satelit Ladsat generasi pertama, saat ini belum tersedia sensor pada wahana satelit yang menggunakan skaner dua dimensionl semacam ini.
Semua tipe sensor elektro-optik tersebut memperkuat sinyal elektromangnetik yang diterima, kemudian mendigitisasikannya kedalam angka-angka biner sesuai dengan tingkat kemampuan bit-coding yang dimilikinya ketika masih berada di wahana. Kemudian, secara digital pula angka-angka ini ditransmisikan ke stasiun bumi. Gambar 3.9 mengilustrasikan contoh-contoh skaner yang ada dewasa ini.

  Prinsip Pemisahan Berkas Cahaya pada Sensor Multispektral Elektro-optik
Skaner multispektral memisahkan (membagi) berkas cahaya yang datang pada suatu wilayah panjang gelombang yang lebar menjadi berkas-berkas dengan lebar spektra yang lebih sempit.



Menurut Vincent (1997), piranti yang diperlukan oleh sensor dalam hal in berupa prisma, filter transmisi, ataupun lensa/cermin dikhroik (dichroic mirror/grating). Lensa dikhroik mampu meloloskan sinar dengan panjang gelombang yang lebih besar daripada suatu nilai ambang, dan memantulkan sinar-sinar yang lain, yang mempunyai panjang gelombang lebih kecil, atau sebaliknya. Spektra panjang gelombang yang diteruskan maupun yang dipantulkan ini kemudian ‘ditangkap’ oleh detektor. Prisma mendispersikan berkas cahaya dengan lebar spektrum yang lebih besar, menjadi berkas-berkas dengan lebar spektra yang lebih kecil, pada berbagai wilayah panjang gelombang. Filter transmisi bekerja dengan cara menapis cahaya dengan spketrum yang lebar sehingga hanya satu berkas dengan panjang gelombang yang dikehendaki sajalah yang lolos.
10 komponen-komponen elektro-optik yang digunakan untuk memisahkan radiasi elektromagnetik kedalam beberapa wilayah panjang gelombang (Vincent, 1997).


Keterkaitan antara tiga macam sistem pemisahan spectrum dan ketiga jenis skaner yang telah dijelaskan sebelumnya cukup menarik. Menurut Vincent (1997), pada saat ini telah terdapat tiga macam material unsure/senyawa penyusun detektor, yaitu silikon (Si) yang cukup bagus untuk wilayah panjang gelombang 0,4 – 1,4 µm, indium antimonida (InSb) yang peka untuk wilayah panjang gelombang 1,0 – 5,0 µm, merkuri-kadmium-telurida (HgCdTe) yang peka untuk wilayah panjang gelombang8 – 14 µm. Lillesand et al. (2008) menyebutkan bahwa untuk wilayah panjang gelombang antara 3 sampai 14 µm terdapat tiga macam detector yang banyak digunakan, yaitu mercury-doped germanium (Ge;Hg) untuk spketrum 3-14 µm, indium antimonida (InSb) untuk wilayah 3-5 µm, dan merkuri-kadmium telurida (MCT atau HgCdTe, dan kadang kala disebut sebagai trimetal) untuk wilayah 8-14 µm.
Apabila suatu sistem sensor dirancang untuk beroperasi pada julat panjang gelombang biru hingga inframerah termal maka ketiga macam detektor tersebut perlu digunakan.akan tetapi, untuk beroperasi normal, detektor InSb dan HgCdTe harus didinginkan pada temperature nitrogen cair (yaitu sekitar 77 K). pendinginan ini relative lebih mudah dilakukan pada pemisahan dengan lensa dikhroik ataupun prisma, yang biasanya bekerja dengan skaner whiskbroom.kemudahan atau kesulitas yang relative rendah muncul karena skaner  whiskbroom sebenaranya bertumpu pada kinerja satu detektor (kadang-kadang lebih,tetapi hanya terbatas sampai sekitar 6 buah, seperti halnya pada sensor-sensor Landsat) untuk setiap berkas spektrum sinar hasil pemisahan atau setiap saluran spectral. Pada skaner pushbroom, kesulitan muncul karena terdapat sederet detektor yang jumlahnya dapat mencapai ribuan, seperti misalanya pada detektor HRV SPOT 1-3 yang mencapai 3000 buah untuk setiap saluran multispketral dan 6000 buah untuk saluran pankromatik untuk tiap saluran spketral dapat didinginkan bersama-sama.
Penggunaan filter transmisi memberikan efek yang berbeda dengan lensa dikhroik maupun prisma.  Filter ini menyaring atau menapis sinyal sehingga apabila suatu sistem memerlukan beberapa saluran spectral maka penapisan terjadi beberapa kali. Hal ini menyebabkan terjadi penundaan waktu (time delay) deteksi perekaman. Disatu sisi sistem ini memberikan kemudahan pada penggunaan deret linier detektor, tetapi disisi lain hanya sejumlah kecil saluran saluran spektral yang dapat dioperasikan karena penambahan jumlah saluran spektral berakibat langsung pada peningkatan dalam hal penundaan waktu.
Sistem sensor HRV SPOOT 1-3 merupakan contoh skaner deret linier yang menggunakan filter transmisi dan hanya mampu mengoperasikan sejumlah kecil saluran spektral bila dibandingkan dengan sensor TM Landsat. Meskipun demikian, bukan berarti penggunaan prisma tidak menghadapi kendala. Vincent (1997) menjelaskan bahwa sinyal yang merupakan hasil dispersi melalui prisma pada umumnya lebih lemah dan memerlukan amplifikasi elektronik lebih dibandingkan dengan sistem yang lain.

Lillesand et al.(2008) menunjukan bahwa sensor multispectral scanner secara efisien menunakan kombinasi lensa dikhronik dan prisma . mula-mula berkas cahaya yan masuk dipisahkan denan lensa dikhronik sehina panjan elomban yan besar (emisi/termal) diteruskan dan diterima oleh detektor, sendankan panjan elomban yan lebih pendek dipantulkan kearah sebidan prisma. Prisma in emudian mendeskripsikan berkas pantulan itu menjadi beberapa pantulan spektral panjan yan lebih sempit dan di terimah oleh sederet detektor. Seluruh detektor kemudian menirimkan sinyal itu penuat ( amplifer) elektronik dan selanjutnya direkam oleh media manetik   

SISTEM PENINDRAAN JAUH
Satelit tak berawan sebaai wahana penyebb informasi dipermukaan bumu mulai berkemban sejak awal tahun 60an. Aplikasi utamanya adalah dibidan kemiliteran. Baru pada awal decade 70an, satelit yan tak berawak diluncurkan untuk penamatan sumberdaya bumi , yaitu ERTS-1. Peluncuran ini diikuti oleh pelunuran satelit sumberdaya lain dan ju penimbanan sistem penolahan datanya. Boleh dikata mulai saat itulah teknoloi dibidan penolahan citra dikembanan secara lebih serius.
Berdasarkan misinya, satelit penginraan jauh dapat di kelompokan menjadi dua macam yaitu sateli cuaca dan satelit sumberdaya. Penelompokan lain berdasarkan cara penorbitannya. Kelompok pertama disebut geostasioner karena diorbitkan pada ketinian lebih kuran 36.000km diatas bumi pada posisi geostasioner. Pada ketinggian ini gravitasi dan sentrifugal bumi lebih kurang sebanding sengga satelit yang ditempatkan  disana tidak tertarik kebumi ataupun terlempar keluar orbit. Pada umumnya satelit cuaca merupakan satelit geostasioner, misalnya Goes dan Gms. Pada posisi diam  ( yang sebenarnya terus bererak untuk menempati posisi relative konstan terhadap suatu lokasi dibumi), satelit geostasioner hanya mampu merekam wilaya yang sama terus menerus sepanjang hari, tetapi  dengan liputan yan sangangat luas. Karena posisinya relative tetap diatas permukaan bumi, satelit jenis ini disebut singkron bumi. .
Kelompok kedua adalah satelit singkron matahari( sun-synchonos satellite). Satelit jenis ini serin pula disebut sebagai satelir berorbit polar karena pengorbit bumi melewati kutub , memotong arah rotasi bumi. Hampir semua satelit sumber daya adalah termasuk satelit sinkron matahari, misalnya lansad, SPOT, ERS, dan JERS. Satelit NOAA (Nation oceanic and Atmospheric Administration), yan sebenarnya merupakan satelit cuaca, jua melakukan orbit sinkron matahari.
Sesuai dengan namanya, setelit sinkron matahari selalu bergerak, memontari arah rotasi bumi denan melalui atau hampir melaluin kutub sehingga hampir dapat meliputi seluruh bagian permukaan bumi. Dengan demikian satelit ini selalu berada diatas wilayah yan sama dipermukaan bumi, pada waktu local yan sama pula. Ketinggian orbit satelit jenis ini berkisar dari 600km sampeai denan 1000km, jauh lebih rendah dibandinkan satelit geostasioner. Berikut ini uraian tentang satelit sinkron matahari.



 


Sistem Landsat

Satelit landsat milik amerika serikat, pertama kali diluncurkan pada 1972 denan nama ERTS-1. Proyek eksperimental ini sukses dilanjutkan denan peluncuran selanjutnya, seri kedua, tetapi dengan beraganti nama menjadi landsat. ERST-1 pun beraganti nama menjadi Landsat 1. Seri landsat hingga saat ini telah sampai pada Landsat – 7. Dari landsat 1 hingga landsat 7  telah terjadi perubahan desain sensor sehinga ketujuh satelit  tersebut dapat dikelompokan menjadi 3 generasi pertama (Landsat 1-3), generasi kedua ( Landsat 4 dan 5 ). Serta Venerasi ketiga (landsat 6-7). Landsat 1 dan 2 memuat dua macam senso, yaitu RBV  yang terdiri atas 3 saluran RBV- 2, dan RBV-3 denan resolusion sampai 79m: dan MSS7 denan resolusi spasial yang sama. Ketika sensor RBV ini ihilankan pada satelit generasi berikutnya. Landsat 3 memuat ketiga macam sensor tersebut, tetapi setelah terjadi penyusunan jumlah saluran pada RBV enjadi 1 saluran tunggal beresolusi spasial 40m.
Landast 4-5 memuat dua macam sensor pula, denan mempertahankan MSSnya, tetapi menantikan RBV dengan TM krena alas an kapabilitas. Denan demikian urutn penomeran MSS menjadi MSSI, MSS2, MSS3 dan MSS4. Mensor TM yan mempunya tujuan saluran dinomeri urut dari 1 sampai denan 7.operasi landsat 3 sebenarnya telah dimulai pada 1993, tetapi misi ini dengan segera gagal karena sesat setelah diluncurkan, satelit Landsat 6 hilan yaitu pada 5 oktober 1993 ( Jensen 2005).
Amerika serikatpun sebenarnya telah menyiapkan satelit penerusnya, melalui undang-undang kebijakan penindraan jauh 1992, yan ditandatanani oleh presidennya pada 28 oktober (Jensen, 2005). Denan demikian berbeda denan sensor TM pendahuluannya yang hanya membawa tujuan saluran spektral , sensor landsat 7, yan disebut ETM+ ini memual 8saluran, dimna saluran 6 setelah dinaikan resolusi spasialnya dari 120 meter menjadi 60 meter, dan saluran 8 merupakan saluran pankromatik denan julat panjang gelombang antara 0,58-0,09µm.

Sejak 31 mei 2003, sistem sensor pada Landsat 7 ETM+ menalami kerusan berupa kegagalan pengereksi baris pemindai. Akibat kegagalan ini, data hasil pemindaiian pun banyak yan hilang. Melalui operasi sistem sensor yang menampakkan moda SCL-offini, diperoleh citra digital yan menampakan baris-baris pemindaian yan melompat-lompat.  Walau upaya ini telah banyak membantu  dalam akuisi data, bagaimanapun juga sering terlihat adanya hasil yang mengganggu penamatan visual,  terutama ketika data yang digunakan untuk mengompensasi baris-baris kosong pada tanggal perekaman sebelumnya berbeda dalam hal posisi dan presentase liputan awan.
Sistem SPOT 
SPOT adalah proyek kerja sama antara prancis, swedia, dan belgia, dibawah koordinasi CNES , badan ruang  angkasa prancis. SPOT 1 diluncurkan pada 23 februari 986 dari stasiun peluncuran di Kourou, Guyana prancis, denan membawa dua sensor indentik yang disebut HRV( Haute Resolution Visibel, resolusi tinggi pada spekrum tampak). Seri SPOT telah mencapai generasi ketiga, dimana SPOT generasi pertama meliputi SPOT 1,SPOT 2 dan SPOT 3 , sendangkan generasi kedua telah dimulai oleh SPOT 4 (disusul SPOT 5 ), yang memiliki desain sensor yang lebih canggi. Perubahan lain yang cukup siknifikan adalah dihapuskannya moda pankromatik yan telah beroperasi paa SPOT 1-3 dan digantikan dengan saluran infermerah yang dapat beroperasi pada dua moda : 10 m dan 20 m.

SPOT generasi kedua mempunyai dua macam instrument , yaitu HRVIR dan VMI. HRVRI merupakan kependekan dari high resolution in visible spektra tampak dan inframerah. Pada intrumen ini mode pankromatik denan resolusi10m dihilankan dan fasilitas ini digantikan oleh kemampuan saluran 2 (merah 0,61-0,68) untuk peroprasi pada dua moda resolusi: moda 20 m dan moda 10 m.

Sensor VMI (vegetation Monitorin Intrument ) ada pulamenyebutnya sensor independen, namun memiliki saluran spektral yan identik dengan HRVIR dalam hai panjang gelomban yan digunakan. Perbedaan keduanya terletak pada resolusi spasial yan digunakan, dimana VMI/VgT menggubakan resolusi spasial 1,1km untuk keperluan pemantauan vegetasi global. SPOT 4 mampu merekam ulan wilayah yan sama antara 2 hingga 26 hari sekali. Hal ini merupakan kelebihan dibandingkan SPOT generasi pertama. Kedua macam sensor beroperasi serentak merekam wilayah yang sama , namun dengan resolusion yang berbeda. 
SPOT 5 hadir sejak 2002 dan peroperasian bersama dengan SPOT 4 perbaikan yang tampak  pada SPOT5 meluputi penggantian sistem sensor HRVIR dengan intrumen gand HRg ( high resolution geometric). Di sampan itu satelit SPOT generasi ketiga ini juga diharapkan dapat membawa intrumen HRS (high reso-lution) untuk memfasilitasi penyimpangan model elevasi digital secara global pada resolusi 10 m. 


Sistem NOAA
NOAA (National Oceanic and Atmopheric Administration) adalah satelt cuaca memiliki Amerika serikat. Berbeda halnya dengan satelit-satelit cuaca pada umumnya NOAA mempunyai orbit polar. Selain tutupan awan satelit ini juga memberikan inforasi yang sangat penting mengenaik liputan vegetsi global.

Satelit ini mengorbit pada ketinggian antara 833-870km, dengan inklinasi 98.7-98,9. Dua kali sehari satelit ini melintasi ekuator yaitu pukul 07.30 dan 19.30 serta pukul 14.00 dan 02.00. lilsand et al. (2008) menyebutka bahwa NOAA 6-8, 10-12 dan 15 mempunyai waktu lintasan ekuator pada pagi hari yaitu pada pukul 7:30 dengan arah utara keselatan: sendangkan NOAA 7-9-11 dan 14 melintasi ekuator malam hari pada pukul 1 :30- 2:30 dini hari dengan arah utara keselatan.

NOAA menggunakan dua macam sensor , yaitu AVHRR (Advanced Very High Resolution Radiometer) dan TOVS ( TIROS Operational Vertical Sounder). AVHRR mempunyai 5 saluran pada spektrum tampak, inframerah dekat, dan inframerah termal, dengan resolusi 1.1 kilometer untuk liputan local dan 4kilometer untuk liputan global. TOV terdiri atas ukuran inframerah beresolusi tinggi (HIRS/2), unit pengukuran strafosfer (SSU) dan unit penukuran gelombang pendek (MSU). Dalam konteks pengindraan jauh untuk sumberdaya senor AVHRR lebih relevan untuk dibicarakan.
Kelima saluran pada AVHRR-NOAA tersebut ialah saluran 1 (0.57-0.68µm), untuk peramalan cuaca, delineasi awn, serta pemantulan salju dan es. Saluran (0.725- 1.10µm) diunakan terutama untuk mendekteksi.Lokasi tubuh air, pencairan es dan batu, serta vagetasi, Saluran 3 (3,55-3.93um) terutama untuk pengukuran laut (seperti halnya saluran 4 dan 5), awan pada malam hari, delianisasi tubuh air dan daratan, aktifitas vulkanik,  serta kebakaran hutan. Saluran 4 dan 5 (masing-masing 10.30-11.30 um dan 11.50- 12.50 um) lebih sesuai untuk pengukuran temperatur permukaan laut, pembentukan awan siang/malam, serta deteksi kelembapan tanah.
citra satelit cuaca GEOS yang diproduksi oleh NOAA dengan liputan siklon di atas Teluk Meksiko. Kanan: citra satelit NOAA-AVHRR pada resolusi 1,1 km (local area coverage, LAC) yang telah diklasifikasi menjadi peta penutup lahan untuk seluruh wilayah Kanada. (Sumber: Canada Center for Remote Sensing/CCRS,tanpa tahun)
3.4.4 Sistem Satelit Pemantau Laut dan Pesisir
Sistem  satelit yang dikhususkan untuk pemanatauan luar dan pesisir (aplikasi marin) antara lain meliputi satelit Nimbus -7 milik Amerika Serikat yang membawa CZCS (Coastal Color Scanner);  MOS (Marine Observation Satellite) milik jepang yang membawa 3 macam instrument, yaitu MESSR, VTIR, dan MSR; serta Sea WIFS (Sea-viewing Wide Fieldof-of View Sensor) milik Amerika Serikat . Sensor CZCS yang dibawa oleh satelit Nimbus-7) diluncurkan pada 1978. Misi satelit ini dikhususkan pada pemantauan temperature dan warna perairan pantai laut, sebagai indikator kondisi wilayah  perairan yang diamati. Pada sensor ini terdapat 6 saluran spektral, membentang dari spektrum biru hingga inframerah termal. Citra 6 saluran yang dihasilkan mempunyai resolusi spaial 825 meter pada posisi nadir dan lebar sapuan sebesar 1566 km. Pada tabel 3.3 terlihat bahwa empat saluran pertama pada CZCS mempunyai julat panjang gelombang yang sangat sempit (0,02 µm) dan dipusatkan pada kemampuan untuk membedakan pantulan air yang sangat samar. Data dari keempat saluran ini, menurut Lillesand et al.(2008), digunakan untuk memetakan konsentrasi fitoplankton dan material anorganik tersuspensi, seperti misalnya debu. Saluran inframerah dekat diperlukan bagi pengenalan vegetasi permukaan (daratan) dan pembedaan antara daratan dengan tubuh air ; sedangkan saluran inframerah termal digunakan untuk memetakan temperatur permukaan air laut. Satelit MOS milik Jepang mulai diluncurkan pada 1987  dan diikuti oleh seri ke-2, yaitu MOS-1b, yang diluncurkan pada 1990. Tiga macam sensor yang dibawa oleh satelit ini adalah MESSR (Multispectral Electronic Selfscanning Radiometer) yang membawa 4 saluran spektral pada wilayah panjang gelombang yang menyerupai sensor MSS Landsat, VTIR (Visible and Thermal Infrared Radiometer) yang membawa dua saluran gelombang mikro. MESSR menghasilkan citra dengan resolusi spasial 50 meter untuk semua saluran, sedangkan VTIR memberikan citra dengan resolusi spasial 900 meter untuk spektral tampak dan 2,7 km untuk spektral  inframerah termal. MSR menghasilkan citra dengan resolusi 23 km. tabel berikut ini menyajikan spesifikasi teknis dari sensor-sensor satelit MOS.             Sea WIFS mempunyai 8 saluran yang dioperasikan melalui mekanisme pelarikan memotong lintasan (across-track scanner), terbentang dari 0,402 hingga 0,885 µm. Sistem ini terutama dirancang untuk mendukung studi biogeokimia, dan merupakan usaha patungan antara NASA dengan perusahan swasta OSC (Orbital Science Corporation). Citra Sea WIFS dapat diperoleh melalui 2 tipe data, yaitu LAC (local area coverage) dengan resolusi 1,13 km pada nadir dan GAC (global area coverage) dengan resolusi sekitar 4 km
SISTEM SKANER MULTISPEKTRAL DENGAN PESAWAT UDARA

   Sebenarnya system skaner multispectral dengan pesawat udara (airborne multispectral scanning system) telah lebih dahulu di kembangkan dari pada system skaner pada wahana ruang angkasa. Hingga saat ini pun terutama untuk keperluan eksperimental, system skaner pesawat udara masih tetap di gunakan.  Richards (1993) menyebutkan tiga macam perbedaan utama antara system skaner multispectral pesawat udara dengan system skaner multispectral pesawat udara dengan system skaner multispectral satelit, yaitu :
1.      Volume data yang di hasilkan oleh system pesawat udara pada umumnya jauh lebih besar. Hal ini di sebabkan oleh jumlah saluran yang lebih banyak, yaitu dapat mencapai 12 buah. Di samping itu, resolusi spasial yang di hasilkan jauh lebih tinggi.
2.      Medan pandang sensor (FOV, Field of View) pada umumnya jauh lebih besar (bila di ukur dengan derajat) karena tinggi gerbang pesawat jauh lebih rendah daripada satelit. FOV pada system skaner pesawat terbang dapat mencapai sekitar 70-90  sedangkan system satelit Landsat 4 dan 5, misalnya hanya sekitar 15 
3.      Stabilitas kedudukan sensor pada system skaner pesawat udara pada umumnya jauh lebih rendah. Hal ini dapat di mengerti karena gangguan stabilitas pada pesawat udara memang lebih banyak,, yang di sebabkan oleh turbulensi udara, angin, perbedaan tekanan udara dan sebagainya.
Sehubungan dengan butir(c). howard (1990) menekankan kekurangan system ini pada resolusi spasial citra yang di hasilkan karena variasi tinggi terbang secara langsung berpengaruh terhadap variasi ukuran pikselnya . Meskipun terdapat beberapa kekurangan dalam penggunaan system skaner pesawat udara, sebenarnya system ini pun menawarkan beberapa keuntungan. Pengguna dapat memilih saluran yang di inginkan untuk aplikasi tertentu. Di samping itu, misi ini dapat di jalankan untuk memenuhi kebutuhan spesifik yang mensyaratkan waktu perekaman, sudut liputan, tinggi terbang, dan resolusi spasial tertentu. Berikut ini uraian singkat mengenai beberapa system sensor skaner multispectral untuk pesawat udara.

 DAEDALUS AADS 1240/1260


Skaner garis multispektral (multispectral line scanner) Daedalus AADS 1240/1260 merupakan system skaner pesawat udara yang paling banyak di gunakan. Pada system ini terdapat 12 saluran yang dapat di operasikan (Lihat table 3.11) dengan memilih kombinasi yang di kehendaki. Proses pelarikan terjadi melalui mekanisme pemutaran cermin, seperti halnya sensor MSS dan TM Landsat. Pantulan sinyal dari cermin di teruskan melalui lensa dikhroik (dichroic lens), yaitu lensa yang dapat berfungsi ganda: memantulkan panjang gelombang tertentu sekaligus menentuan bagian panjang gelombang yang lain. Kedua bagian panjang gelombang ini kemudian di terima oleh detector pada dua port sensor. Kedua pangkalan sensor semuanya ini dapat di pasangi dengan sensor inframerah termal (AADS 1240) atau satu pangkalan di pasangi sensor inframerah termal dan  dan satu port sisanya di pasangi sensor spectra pantulan dengan 10 saluran (AADS 1260). Sebagai alternatif, salah satu pangkalan dapat pula di pasangi dengan sensor ultraviolet.
3.5.2         AIRBORNE THEMATIC MAPPER (ATM)
Sebelum peluncuran Landsat –D yang membawa sensor Thematic Mapper (TM) pada 1982, banyak percobaan  telah di lakukan untuk simulasi sensor tersebut dengan Airborne Thematic Mapper(ATM). Hingga saat ini ketika data digital TM  Landsat sudah relative mudah di peroleh, sensor simulasi ini un masih terus di gunakan untuk kepentingan eksperinmental yang lebih sesuai dengan kebutuhan penelitian. Table 3.10 menunjukan spesifikasi tekhnis sensor ATM, dengan resolusi spasial yang dapat di atur sesuai dengan ketinggian terbang pesawat. Pada ketinggian 12,5 km dan IFOV 2,5 mrad dapat di hasilkan citra beresolusi spasial setara dengan citra TM-Landsat ,yaitu 30 meter.
PENCITRAAN HIPERSPEKTRAL
Berbagai penelitian lanjut dalam karakteristik spectral objek telah memberikan kesimpulan bahwa penggunaan spectrum yang sempit ternyata mampu menonjolkan perbedaan objek secara lebih baik bila dibandingkan dengan penggunaan  spectrum yang relative lebar, seperti yang digunakan pada MSS dan TM-Landsat, HRV-SPOT, ataupun AVHRR-NOAA. Meskipun demikian, pengertahuan mengenai hal ini pada awalnya belum dapat secara efisien diaplikasikan dalam pembuatan sensor satelit yang beroperasi pada interval yang diinginkan. Oleh karena itu, suatu system pencitraan dengan menggunakan spectrometer dirancang, dimana julat panjang gelombang yang diinginkan dapat diubah-ubah secara luwes (Piepen et al,1993). Teknologi ini dapat diterapkan pada wahana udara maupun satelit.




Tekonologi yang untuk semsentara masih dipandang belum sepenuhnya operasional ini disebut dengan spektometri pencitraan (imaging spectrometry) karena mampu memadulkan kemampuan menyajikan informasi spectral objek secara kuasi-kontinu, yaitu pada interval panjang gelombang yang sangat sempit seperti halnya spektometer, sekaligus mampu menghasilkan citra digital. 
Sensor hiperspektral mampu mengumpulkan informasi dan mengubahnya menjadi citra dalam jumlah saluran yang sangat banyak dan sempit julatnya (sekitar 0,01 µm), terbentang dari sepktrum tampak, inframerah dekat, inframerah tengah, dan inframerah termal.
Keterbatasan sistem multspektral terletak pada pemilihan informasi rata-rata pada setiap julat spectral yang cukup lebar sehingga objek yang secara rinci menunjukkan variasi berbeda, namun secara  rata-rata menunjuukan nilai informasi yang hampir sama tak akan dapat dibedakan secara spectral. Lillesand et al. (2008) menegaskan bahwa saluran spectral TM Landsat dengan lebar spektrum sekitar 0,1 µm hanya mampu membedakan objek atau tipe material secara umum, sedangkan sistem  hiperspektral berpotensi untuk pengenalan tipe material secara rinci serta untuk estimasi jumlahnya.
  Pencintraan Hiperspektral dari Udara
Sistem pencitraan hiperspektral yang termasuk paling awal dikembangkan ialah AIS (Airborne Imaging Spectrometer). AIS mampu mengumpulkan data dalam 128 saluran spectral dengan lebar spectral rata-rata sekitar 9,3 nm (atau 0,0093 µm). Untuk moda pohon, AIS mengumpulkan data dalam saluran kontinu antara 0,4 sehingga 1,2 µm; sedangkan untuk modus batuan sistem ini mengumpulkan informasi   antara 1,2 hingga 2,4 µm. IFOS AIS ialah 1,9 mrad, dengan tinggi terbang sekitar 4200 meter diatas permukaan bumi, dan mampu menghasilkan satu jalur sapuan sempit selebar 32 piksel (AIS-1) atau 64 piksel (AIS-2). Ukuran piksel medan pada citra yang dihasilkan ialah sekitar 8 meter (Richards, 1993; Lillesand et al.,2008).
Selain AIS, beberapa sistem pencitra hiperspektral yang sering digunakan ialah CASI (Compact Airborne Spectrographic Imager) yang menggunakan deret linier sebanyak 558 piksel untuk mengumpulkan data hingga 288 saluran antara 0,4 hingga 0,9 µm, pada interval 0,0018 µm. jumlah pasti saluran, lokasi, dan lebar saluran dapat diprogram selama penerbangan. IFOV sistem CASI ini mencapai 1,2 mrad. Di samping itu, AVIRIS (Airborne Visible-Infrared Imaging Spectrometer) juga mampu mengumpulkan 224 saluran dengan lebar interval sekitar 0,0096 µm pada saluran kontinu dengan kisaran antara 0,40 hingga 2,45 µm. Bila dipasang pada pesawat riset ER-2 milik NASA pada ketinggian 20 kemiri, sensor AVIRIS ini akan mampu menghasilkan lebar sapuan 10 kemiri dan dengan resolusi medan 20 m.  Richards (1994)  menyajikan tabel yang menunjukan beberapa jenis sensor hiperspektral yang digunakan untuk keperluan komersial maupun riset pengembanagan. 
Pencitraan Hiperspektral Melalui Satelit 


Sensor Hyperion merupakan salah satu system sensor hiperspektral  yang paling awal dipasang pada satelit, bahkan lebih dahulu daripada MERIS pada Envisat 1. Sebenarnya satelit EO-1 (Earth Observer-1) yang diluncurkan pada 21 November 2000 dan mengorbit pada ketinggian 705 km di atas bumi serta mengorbit sinkron matahari mengusung sensor Hyperion ALI (Advanced Land Imager) dan LEISA (Linear Imaging Spectrometer Array).  
Hyperion menarik untuk dibahas karena katalog perekamannya sangat mirip dengan landsat-7. Satelit EO-1 dirancang sedemikian rupa sehingga dengan tinggi orbit 705 km dan inklinasi 98.7◦, merekam dengan formasi menit lebih lambat daripada landsat-7, namun pada jalur yang sama persis. Hanya saja, lebar sapuannya lebih sempit, yaitu hanya 7,5 km melalui perekaman melintang arah jalur orbit(across-track scanning). Dengan selisih waktu yang hanya 1 menit ini, perbandingan anatara citra yang dihasilkan oleh landsat -7 dan EO-1 tentu saja mudah dilakukan karena selisih waktu tersebut cukup kecil untuk mempertimbangkan adanya perbedaan kondisi atmosfer. Tabel 3.12 menyajikan spesifikasi saluran spectral pada satelit EO-1
Sensor Hyperion mempunyai 220 saluran spectral berkisar dari 0,4 hingga 2,35 µm, sementara ALI mempunyai 10 saluran berkisar dari 0,4 hingga 2,4 µm. keduanya memberikan data citra pada resolusi spasial 30 m, sama seperti Landsat ETM+. LEISA merupakan suatu subsistem pengoreksi  atmosfer (atmospheric corrector) yang merupakan instrumen hiperspektral dengan jumlah saluran sebanyak 256 bau pada kisaran antara 0,9 hingga 1,6 µm pada resolusi spasial 250 m. LEISA dirancang untuk mengoreksi variasi kandungan uap air di atmosfer.

SISTEM PENCITRAAN SENSOR AKTIF  DENGAN LASER: LIDAR
Perkembangan teknologi sensor aktif dewasa ini semakin maju dengan kehadiran LIDAR (Light Detection and Ranging). Pada awalnya dikembangkan pada 1960 oleh Hughes Aircraft (Jensen,2007). Lidar merupakan teknik akusisi citra dengan sensor aktif yang memanfaatkan berkas sinar laser (light amplification by stimulated emission of radiation) yang dikirim dari wahana bergerak , misalnya pesawat udara, ke permukaan bumi. Saat ini salah satu fitur menarik dari laser ini adalah kemampuannya untuk menghasilkan informasi profil permukaan pada dua lapisan sekaligus misalnya profil ketinggian pepohonan dan profil permukaan tanah di bawah pepohonan tersebut. Dengan mekanisme pemindaian maka citra tiga dimensi dengan dua macam informasi ketinggian dapat Dihasilkan sehingga  volume lapis pepohonan pun dapat diestimasi dengan lebih akurat.
Dalam suatu sistem lidar, selain sensornya sendiri terdapat differential global positioning system (DGS) yang mampu secara akurat posisi sensor dalam suatu sistem koordanat dan proyeksi biasanya menggunakan WGS84. Terdapat pula suatu pengendali lain yang disebut dengan inertial measurement unit (IMU) yang memanfaatkan gireskop untuk mengetahui besaran roll, pitch, dan yaw pesawat.diperoses untuk menghasilkan berkas yang berisi tentang trajektor pesawat terbang dan antenna lidar setiap saat, yang kemudian diproses lanjut untuk memberikan informasi mengenai posisi lintang,bujur, dan tinggi terbang ellipsoid,serta orientasi sensor (roll,pitch, dan heading) yang diindekskan dengan waktu GPS (Jensen 2007).
Pantulan pada lidar (Lidar Returns)
Pusat lidar keluar dari suatu transmitter ke arah medan dibawahnya,dengan diarahkan oleh suatu cermin yang berputar pada sudut tertentu. Pulsa radar ini mempunyai suatu jejak laser sesaat yang dibandingkan dengan medan pandang  sesaat pada sistem multispektal pasif. Jejak laser sesaat diukur didalam diameter  tertentu tergantung pada tinggi terbang wahananya,misalnya 30 meter.
Pada gambar 3.28 terlihat pada pulsa A dari wahana mengenai permukaan medan (tanah) secara langsung dan menghasilkan pantulan lidar tunggal, dimana pantulan pertama  (first return) dan pantulan akhir (last return) pada dasarnya sama. Pulsa B wahana yang sama pada sudut yang berbeda mengenai susunan dedaunan pepohonan bagian atas, yang menghasilkan rekaman pantulan pertama, sisanya menembus sampai  susunan dedaunan  bagian bahwa dan menghasilkan rekaman pantulan kedua,dan sisa terakakhir menebus dedaunan tersebut serta mengenaipermukaan tanah yang menghasilkan rekaman pantulan akhir.
Jensen (2007) menguraikan bahwa pantulan berganda (multiple return) lidar diperoleh dengan mengacu pada pantulan pertama,pantulan antara (intermediate return) yang mungkin ada,pantulan akhir, serta intensitas masing-masing. Masspoints dan berasosiansi dengan berkas setiap pantulan terdistribusi di seluruh bentang lahan pada berbagai kerapatan tergantung pada sudut pemidaian, jumlah pulsa per detik yang ditransmisikan,bagian wilaya di permukaan tanah yang sama sekali tidak memberikan pantulan lidar disebut sebagai data voids.
Perusahan pengumpulan data lidar biasanya memberikan data lidar sesuai dengan kebutuhan penggunaan. Sebagai contoh, suatu himpunan data bisa diberikan dalam format ASCII yang berisi informasi pantulan sebagai berikat : hari, koordinat x, koordinat  y, dan intensitas, format ASCII sederhana semacam ini dapat menjadi masukan bagi analisis dan evaluasi dengan menggunakan  SIG. data pantulan lidar juga biasanya diproses oleh perusahan pengumpulan data dan dipisahkan kedalam berkas-berkas yang masing-maing  berisi tentang pantulan pertama,pantulan kedua, dan pantulan permukaan tanah terbuka (Bare Eartsh returns).


 





 




 











Tidak ada komentar:

Posting Komentar